Pemalsuan Lukisan Membahayakan Generasi Muda
Editor
Dian Yuliastuti
Jumat, 18 September 2015 12:25 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Maraknya lukisan palsu yang beredar di pasar seni tak hanya merupakan perbuatan kriminal yang merugikan secara ekonomi, tapi juga membahayakan pengetahuan seni bagi generasi muda. Pernyataan ini mengemuka pada diskusi “Ancaman Lukisan Palsu” yang digelar Perkumpulan Pecinta Seni Indonesia (PPSI) kemarin.
“Lukisan yang mengatasnamakan S. Sudjojono atau maestro lain yang kemudian dibukukan ini tidak hanya membahayakan masa depan sejarah terkait dengan kehidupan dan nama baik seniman, tapi juga untuk historiografi seni rupa Indonesia,” ujar Aminudin T.H. Siregar, pengamat, kurator, dan peneliti lukisan S. Sudjojono dari Institut Teknologi Bandung, di Ciputra Artpreneur, Ciputra World 1, Kamis, 17 September 2015.
Aminudin, yang akrab dipanggil Ucok, mengatakan generasi muda yang belajar seni rupa akan terkelabui buku yang memuat karya palsu atau karya baru yang ditandatangani atas nama sang maestro. Apalagi hingga saat ini tak banyak buku yang memuat sejarah seni Indonesia. Satu-satunya buku yang sering dipakai sebagai acuan adalah buku Sejarah Seni Rupa Indonesia.
Ucok juga mengatakan pemalsuan lukisan terjadi karena tidak terbukanya akses untuk melihat karya seni para maestro tersebut. “Karena karya ini dipingit para kolektor, disekap negara, dan ada orang-orang yang ingin melampaui seniman,” katanya.
Pengamat dan penulis soal seni rupa Indonesia asal Prancis, Jean Couteau, juga menyesalkan maraknya pemalsuan lukisan di Indonesia. Tulisannya sempat menggegerkan masyarakat seni Indonesia soal lukisan palsu ini. Senada dengan Ucok, dia pun mengatakan pemalsuan lukisan ini membahayakan masa depan seni Indonesia. “Tidak bisa menyusun satu sejarah seni rupa Indonesia yang lengkap, jangan-jangan nanti muncul buku yang ilustrasinya lukisan palsu,” tuturnya.
Menurut dia, penelitian yang dilakukan Ucok harus diteruskan dan dikembangkan. Dengan demikian, masyarakat mendapatkan gambaran seni lukis Indonesia. Sebab, hal ini merupakan cara orang Indonesia melihat dirinya dari masa ke masa, membangun identitas. “Penting untuk menyusun sejarah seni rupa Indonesia,” ucapnya.
Couteau juga khawatir merajalelanya lukisan palsu itu akan membuat pasar seni jadi lesu, yang berimbas pada kehidupan seniman. Kolektor pun jadi tak percaya karena tak tahu keaslian lukisan.
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan era 1978-1983, Daoed Joesoef, yang hadir pada pidato pembukaan diskusi itu, mengatakan bahwa membuat dan mengedarkan lukisan adalah kejahatan. “Karya palsu bisa memukau orang, tapi keindahan itu menipu orang,” ujarnya.
DIAN YULIASTUTI