Pelawak Djudjuk Djuariah, di Solo, Jawa Tengah, 1992. Srimulat berdiri pada 30 Agustus 1951, oleh Raden Ayu Srimulat, isteri pertama Teguh Slamet Rahardjo dengan nama Gema Malam Srimulat, yang berawal dari seni pentas keliling. Setelah RA. Srimulat wafat, Teguh Rahardjo tetap melanjutkan Srimulat dan Djudjuk ikut bergabung. Dok TEMPO/Kastoyo Ramelan
TEMPO.CO, Solo - Djudjuk Djuwariyah memang merupakan seniman tradisi yang serbabisa. Selain pentas di panggung lawak, ibu empat anak itu piawai dalam pementasan ketoprak dan wayang orang.
Bahkan Djudjuk sempat berkeinginan mementaskan wayang orang yang semua pemainnya perempuan. "Tujuannya untuk dipentaskan di Hari Kartini atau Hari ibu," kata sahabatnya, Yati Pesek, komedian asal Yogyakarta, Sabtu, 7 Februari 2015.
Keinginan itu disampaikan saat Yati Pesek berkunjung ke rumah Djudjuk di Solo, dua bulan lalu. Saat itu Yati Pesek singgah ke rumah Djudjuk setelah pentas di Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT), Surakarta.
Saat itu Djudjuk mengajaknya menggarap bersama pementasan itu. "Sayang, dia sakit sebelum rencana itu terwujud," ujarnya. Djudjuk akhirnya meninggal dunia di RS dr Sardjito, Yogyakarta, Jumat, 6 Februari 2015.
Yati Pesek mengaku sangat menyesal tidak bisa menengok sahabatnya itu saat dirawat di Yogyakarta. Kebetulan, saat itu dia tengah sibuk syuting. "Hari Kamis kemarin, saya berencana menjenguk," tuturnya. Namun dia harus kecewa lantaran salah satu putra Djudjuk mengatakan bahwa ibunya belum bisa dijenguk.
Jumat sore kemarin, Yati mendapat kabar langsung dari putra Djudjuk tersebut bahwa ibunya telah meninggal. "Saya nangis, sedih, dan menyesal karena belum sempat menengoknya," ujarnya. Tak lama kemudian, dia menyaksikan berita di televisi soal meninggalnya anggota Srimulat tersebut.
Selama melayat, Yati Pesek terlihat berulang kali mengusap air matanya. Dia mengaku sangat sedih kehilangan salah satu kawan baiknya itu. Apalagi mereka berdua memiliki rencana pentas bersama yang tidak kesampaian.