TEMPO.CO, Jakarta - Aktris dan produser film, Lola Amaria, ternyata punya misi tersendiri dalam memproduksi film terbarunya, Kisah 3 Titik. Memproduksi film bergenre serius dengan tema tak jauh dari isu kemanusiaan dan hak asasi manusia, diakuinya tak hanya sekadar iseng. Selain Kisah 3 Titik, Lola pernah mengambil tema tenaga kerja wanita di Hong Kong lewat film Minggu Pagi di Victoria Park.
"Bikin film itu mahal. Jangan sampai dengan uang segitu bikin film yang asal lewat. Enggak bisa jadi sejarah masa mendatang," kata Lola, Senin, 29 April 2013. "Kalau saya bikin film tentang buruh, tentang TKW , tentang kemanusiaan, human rights dan sosio realis, Itu memang terkesan agak berat, butuh riset yang panjang. Dan ketika 10 tahun ke depan, 20 tahun ke depan, filmnya masih bisa diputar," katanya.
Ia mencontohkan film karya Usmar Ismail yang berjudul Lewat Djam Malam (1954) yang dianggapnya menarik untuk dikaji tentang perpolitikan pada konteks tahun itu. "Saya harap film bisa jadi arsip sejarah," katanya.
Sama dengan karya sebelumnya berjudul Minggu Pagi di Victoria Park (2010) yang berkisah tentang TKW di Hong Kong, film terbarunya, Kisah 3 Titik, pun berkisah tentang buruh. Hal itu lantaran fenomena buruh dekat dengan keseharian.
Dalam filmnya, ia ingin menampilkan realitas, meskipun tidak menawarkan solusi. Menghabiskan bujet sekitar Rp 3 miliar, menurut Lola, ia tak mengharap penghargaan atau antusiasme penonton. Baginya, kerja keras tebaik bersama timnya adalah proses yang ia banggakan.