Aktris Ardina Rasti memberi keterangan pers seusai sidang perdana Ezza Gionino di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (3/4). Didampingi ibu, kuasa hukum dan pendukungnya Ardina Rasti menuntut mantan kekasihnya, Ezza atas tindak penganiayaan terhadap dirinya. TEMPO/Dwianto Wibowo
TEMPO.CO, Jakarta - Sidang peradilan kasus penganiayaan Eza Gionino pada mantan kekasihnya, Ardina Rasti, kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Rasti datang ke ruang sidang sekitar pukul 11 siang didampingi oleh sang ibu, Erna Santoso, dan kuasa hukumnya, Aldi Firmansyah.
"Nanti dia (Rasti) akan memberikan kesaksian di depan," kata Aldi Firmansyah, sebelum persidangan dimulai di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu, 10 April 2013. Untuk pertama kalinya, Rasti akan bertemu kembali dengan Eza sejak kasus ini dibawa ke meja pengadilan.
Rasti telah menyiapkan diri untuk memberikan kesaksian terkait penganiayaan yang dialaminya. "Saya datang ke sini bukan hanya untuk saya, tapi untuk seluruh perempuan di Indonesia," kata Rasti menjelaskan.
Di persidangan perdana minggu lalu, Eza didakwa dengan tiga pasal berbeda, yaitu Pasal 351 tentang Penganiayaan, Pasal 406 tentang Perusakan Barang, dan Pasal 335 tentang Perbuatan Tidak Menyenangkan. Eza didakwa dengan ancaman hukuman paling lama dua tahun delapan bulan kurungan.
Jokowi Terbitkan Perpres Strategi Penghapusan Kekerasan pada Anak
18 Juli 2022
Jokowi Terbitkan Perpres Strategi Penghapusan Kekerasan pada Anak
Presiden Jokowi mengesahkan Peraturan Presiden tentang strategi penghapusan kekerasan pada anak Salah satu pertimbangan terbitnya Stratnas PKTA karena masih tingginya kasus kekerasan terhadap anak.
Kekerasan negara terjadi lagi di Tanah Papua. Penembakan yang dilakukan anggota kepolisian dan Brigade Mobil di Kampung Oneibo, Kabupaten Deiyai, pada 1 Agustus 2017, menewaskan satu orang dan melukai 16 lainnya. Orang Papua akan mengingat peristiwa penembakan ini sebagai hadiah yang menyakitkan, yang diberikan negara dalam rangka perayaan ulang tahun ke-72 kemerdekaan RI.
Tanah Papua seakan-akan tidak pernah bebas dari kekerasan negara. Aksi kekerasan ini dilakukan oleh aparat negara terhadap warga sipil. Sejumlah kejadian sejak pelantikan Presiden Joko Widodo pada Oktober 2014 hingga kini memperlihatkan masih adanya kekerasan negara terhadap orang Papua.