Vokal Group Cherry Belle saat tampil dalam malam penghargaan SCTV Award 2011 di Balai Sarbini, Jakarta, Jum'at (25/11). Tempo/ Agung Pambudhy
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat musik Bens Leo menilai menjamurnya boyband dan girlband di Indonesia karena wabah K-Pop tak berbanding lurus dengan penyajian kualitas. Alasannya, lantaran tampilan luar alias fisik menjadi prioritas yang diutamakan.
"Sebetulnya banyak sekali yang membentuk boyband dan girlband itu lebih meniru kulitnya (K-Pop) saja," ujar Bens kepada Tempo, Selasa, 27 November 2012.
Bens mengatakan para pencetus yang membidani boyband dan girlband di Indonesia terlalu memaksa dengan total mengadaptasi dari induknya di Korea. Hasilnya, muka-muka oriental paling banyak dipakai dan musikalitas dikorbankan.
"Bahkan salah satu boyband di Indonesia ada yang personelnya diimpor dari Korea langsung," ujar Bens sambil tertawa.
Tapi keresahan Bens bisa sedikit terobati oleh kehadiran boyband-girlband asal negeri sendiri yang dianggap masih mumpuni. Ia menyebut nama Sm*sh dan Cherrybelle. "Sejauh ini mereka termasuk yang kuat dalam pembuktian secara kualitas," katanya.
Sm*sh dan Chibi--begitu Cherrybelle disebut--dianggap Bens layak bersaing di pasar musik Indonesia dengan penyanyi solo dan band. Hanya saja, eksplorasi dari dua kelompok ini harus lebih berani lagi, seperti tetap memasukan warna lokal, misalnya.