Panggung Tragedi Si Bebek Kecil  

Reporter

Editor

Rabu, 9 Maret 2011 13:22 WIB

Pertunjukkan boneka Compagnie asal Prancis.(JEFF RABILLON)

TEMPO Interaktif, Jakarta - Induk bebek itu gelisah. Berkali-kali dia memandangi anak yang baru dilahirkannya. Matanya lalu beralih ke arah enam anaknya yang lain. Enam anak bebek cantik dengan bulu-bulu seputih salju. Tapi lihatlah kondisi si bungsu yang baru keluar dari cangkangnya itu. Penampilannya amat kumal dengan bulu-bulu berwarna abu-abu kecoklatan. Sama sekali tidak menarik. Dengan sikat dan kain perca,dia menggosok-gosok tubuh bebek kecil yang masih lemah itu . Tapi tidak berhasil.

Induk bebek tak mau menerima kondisi sang anak. Dia memutuskan untuk menjual si anak. Sayang, tak ada yang sudi membelinya. Induk bebek frustasi. Perasaan malu, sedih , putus asa dan marah bercampur aduk jadi satu. Diiringi suara akordion yang menyayat hati, kita menyaksikan bagaimana sang induk mengangkat tubuh anak bebek malang itu tinggi-tinggi sebelum menghempaskannya ke dalam tong sampah.

Kisah bebek yang tak diinginkan kehadirannya itu hadir dalam sebuah pertunjukan teater boneka yang digelar di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Ahad pekan lalu. Pertunjukan bertajuk Mauvaise Graine itu menyuguhkan sebuah dongeng kontemporer tentang pengecualian, perbedaan, pengasingan dan harapan, yang terinspirasi kisah klasik karya Hans Christian Andersen The Ugly Duckling.

Di atas panggung kisah bebek kecil bernasib buruk itu dibawakan oleh Dorothèe Saysombat. Mengenakan sepatu katak yang biasa dipakai penyelam, berpupur putih, serta memkai masker berbentuk paruh bebek dia berperan sebagai induk bebek yang kemana-mana selalu membawa gerobak kecil berisi enam boneka bebek. Di tangan Dorothèe, enam boneka bebek itu terlihat hidup. Suara akordion yang dimainkan Scott Taylor makin mengaduk-ngaduk emosi penonton.

Mauvaise Graine dipentaskan oleh kelompok asal Prancis , Compagnie à. Didirikan pada Desember 2003 oleh Dorothèe Saysombat dan Nicolas Alline, Compagnie à yang datang ke Jakarta atas undangan Pusat Kebudayaan Prancis CCF Jakarta, menawarkan kepada publik sebuah pertunjukan untuk segala usia yang menggabungkan atraksi badut dan pertunjukan boneka.

Advertising
Advertising

Walaupun hanya berdua di atas panggung, Dorothèe Saysombat dan Nicolas Alline mampu menghibur penonton lewat bahasa tubuh dan kemampuan meniru aneka jenis suara binatang. Lihatlah bagaimana mereka membuat penonton penasaran ketika dari rumah kecil yang dibangun di atas panggung terdengar gonggongan anjing, bersahutan dengan suara kucing , ayam, bebek, kambing dan sapi, layaknya sebuah peternakan. Dari rumah kecil terbuat dari bilah-bilah kayu tua, dan hampir roboh itu, Nicolas dan Dorothèe muncul menyapa penonton. “Bo!,” seru Dorothèe, yang langsung dijawab Nicolas dengan lenguhan kerbau.

“Kisah memilukan di empat musim,” kata Nicolas dalam bahasa Indonesia. Sebuah pengantar bagi penonton. Dengan sepotong kapur, di bagian atas dinding rumah dia menuliskan “musim panas”. Di musim itulah, cerita bergulir. Adegan pembuangan bebek kecil buruk rupa ke tong sampah menjadi adegan penutup di musim panas.

Kisah bebek kecil bernasib malang terjalin dalam empat musim berbeda. Musim panas, gugur, dingin, dan semi. Agar penonton paham bahwa telah terjadi pergantian musim, kedua aktor itu secara bergantian menuliskan musim yang sedang berlangsung. Tentu dengan cara yang mampu membuat penonton tergelak. Masing-masing musim menyuguhkan kisah yang berbeda dengan karakter utama, bebek si buruk rupa.

Ketika musim gugur tiba misalnya, Dorothèe yang tampil sebagai perempuan berpenampilan lusuh, mencoba membuat tulisan “musim gugur” di koper kayunya. Kapurnya jatuh ketika dia baru menulis ‘musim gug”. Dengan mimik lucu dia pun berteriak, “Uur..” Penonton pun terbahak. Di musim gugur, kisah si bebek kecil buruk rupa disajikan dengan sebuah pertunjukan puppet show (panggung boneka) jalanan. Dari balik koper kayu, dengan lincah Dorothèe menjadi dalang memainkan beragam karakter.

Dia misalnya, mampu membuat penonton tertawa saat menyuguhkan adegan perjalanan si bebek berkeliling dunia, melihat patung liberti di Amerika Serikat, menara pisa di Italia, menara eifel di Prancis, hingga bertarung sampai pingsan dengan barongsai di Cina. Namun di akhir musim, penonton disuguhi pemandangan berbeda. Adegan tragis penembakan ayah dan anak bebek yang mencoba menyebrangi wilayah perbatasan. Dorothèe menggunakan pita berwarna merah untuk menggambarkan darah yang mengucur dari tubuh keduanya.

Pertunjukan yang dibawakan Compagnie à memang tak cuma menghadirkan kelucuan. Kisah-kisah yang disajikannya memadukan humor dan kekejaman, tragedi dengan komedi. Sebuah pertunjukan yang memberikan perpektif unik sekaligus puitis pada konteks sosial dan politik, dalam kemasan menarik.

NUNUY NURHAYATI

Berita terkait

Sehari 4 Kali, Teater Bandoengmooi Gelar Pertunjukan Longser Kerajaan Tikus

16 Oktober 2023

Sehari 4 Kali, Teater Bandoengmooi Gelar Pertunjukan Longser Kerajaan Tikus

Pewarisan seni longser melalui pelatihan, residensi atau pemagangan, dan pertunjukan di ruang publik dilakukan setiap tahun.

Baca Selengkapnya

Minat Anak Muda Berkurang, Bandoengmooi Gelar Seni Longser Pahlawan Kesiangan

4 September 2023

Minat Anak Muda Berkurang, Bandoengmooi Gelar Seni Longser Pahlawan Kesiangan

Longser termasuk seni pertunjukan dalam daftar warisan budaya tak benda dari Jawa Barat.

Baca Selengkapnya

Marcella Zalianty Ungkap Perbedaan Menjadi Produser Teater dan Film

30 Agustus 2023

Marcella Zalianty Ungkap Perbedaan Menjadi Produser Teater dan Film

Marcella Zalianty saat ini sedang mempersiapkan pertunjukan teater kolosal

Baca Selengkapnya

Festival Teater Jakarta 2022, tak Sekadar Pertunjukan

4 Oktober 2022

Festival Teater Jakarta 2022, tak Sekadar Pertunjukan

Puncak apresiasi FTJ diniatkan sebagai etalase yang memperlihatkan capaian pembinaan teater Jakarta pada tahun berjalan.

Baca Selengkapnya

Indonesia Kita Kembali Hibur Masyarakat Jakarta sebagai Ibadah Kebudayaan

18 Juni 2022

Indonesia Kita Kembali Hibur Masyarakat Jakarta sebagai Ibadah Kebudayaan

Direktur Kreatif Indonesia Kita, Agus Noor berharap pertunjukan Indonesia Kita ke-36 ini bisa memulihkan situasi pertunjukan seni di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Ngabuburit di Medan Sambil Nonton Teater Rumah Mata: Temukan Sahabat Sejatimu

15 April 2022

Ngabuburit di Medan Sambil Nonton Teater Rumah Mata: Temukan Sahabat Sejatimu

Teater Rumah Mata menggelar pertunjukan Shiraath untuk mengisi ngabuburit di sejumlah tempat di Kota Medan.

Baca Selengkapnya

Hari Teater Sedunia, Indonesia Punya Wayang Orang, Longser, Lenong dan Ketoprak

27 Maret 2021

Hari Teater Sedunia, Indonesia Punya Wayang Orang, Longser, Lenong dan Ketoprak

27 Maret menjadi Hari Teater Sedunia. Indonesia pun punya beragam pertunjukan teater rakyat seperti wayang orang, lenong, longser, hingga ketoprak.

Baca Selengkapnya

27 Maret Hari Teater Sedunia, 60 Tahun Sampaikan Pesan Perdamaian di Dunia

27 Maret 2021

27 Maret Hari Teater Sedunia, 60 Tahun Sampaikan Pesan Perdamaian di Dunia

Dulunya Teater merupakan hiburan paling populer di Yunani, pada 27 Maret, 60 tahun lalu Institut Teater Internasional menggagas Hari Teater Sedunia.

Baca Selengkapnya

Festival Teater Tubuh Dimeriahkan Belasan Penampil Secara Daring

18 Maret 2021

Festival Teater Tubuh Dimeriahkan Belasan Penampil Secara Daring

Festival Teater Tubuh berlangsung mulai Selasa sampai Sabtu, 16 - 20 Maret 2021. Festival ini merupakan silaturahmi tubuh kita dalam pandemi Covid-19.

Baca Selengkapnya

Akhir Pekan Ini Pertunjukan Teater Sie Jin Kwie Tayang di YouTube

3 Juli 2020

Akhir Pekan Ini Pertunjukan Teater Sie Jin Kwie Tayang di YouTube

Pementasan Sie Jin Kwie pada 2010 lalu di Graha Bhakti Budaya, Jakarta, kini bisa disaksikan kembali pada 4 - 5 Juli di kanal YouTube Indonesia Kaya.

Baca Selengkapnya