Tafsir Liar Kisah Ramayana  

Reporter

Editor

Selasa, 8 Februari 2011 13:24 WIB

Dewi penjaga malam. Foto:Rofiqi Hasan (TEMPO)

TEMPO Interaktif,Ubud-Perang besar antara balatentara monyet Hanoman dan penguasa Alengka Rahwana menjadi satu bagian penting dalam kisah Ramayana. Kemenangan Hanoman merebut Dewi Sinta mengakhiri kisah klasik karya Walmiki tersebut. Pertanyaan yang muncul di benak pelukis muda Teja Astawa, di manakah para monyet itu merayakannya?


Imajinasi liar Astawa kemudian melukiskan para monyet itu seolah berlibur ke Bali. Dalam lukisan bertajuk Monkey Attack itu, mereka tampak berjemur di pantai, surfing, menikmati minuman dingin, dan bersenda gurau di kolam renang. “Bisa dipastikan mereka tak selalu tampil serius seperti dalam kisah-kisah wayang itu,” ujar perupa kelahiran 1 Maret 1971 tersebut.


Bersama puluhan karya Astawa lainnya, lukisan itu kini dipajang di Tony Raka Art Gallery, Ubud, Bali, dalam pameran tunggal bertajuk “Fragments of Subconscious Memory” yang digelar hingga 21 Februari mendatang. Cerita wayang menginspirasi karya-karya itu, meski Astawa justru berusaha menangkap sisi lain dari pakem cerita, yakni pesan yang disampaikan di balik cerita tersebut. Bagi dia, pesan itu justru adalah hal yang lebih nyata dan dekat dengan kehidupan sehari-hari.

Advertising
Advertising


Seperti pada lukisan Temu Kangen Prajurit, Astawa melukiskan suasana ketika para prajurit bertemu dengan perempuan-perempuan mereka. Tampak kesukacitaan dan pesta asmara mewarnai pertemuan itu. “Di situlah sisi manusiawi jauh lebih jujur dibanding ketika mereka berada di medan perang,” katanya.


Astawa sendiri memilih teknik wayang sejak satu tahun terakhir sebagai bentuk acuannya untuk memvisualkan figur di kanvas. Tapi ia melakukan dekonstruksi agar tak sekadar melakukan peniruan. Jejak wayang masih terlihat dari garis-garis hitam yang tegas untuk membentuk obyek tertentu. Selain bentuk, kisah wayang dieksplorasinya serta dipadu-padankan dengan realitas kekinian. Hasilnya adalah lukisan-lukisan dengan ciri dekoratif yang kuat.


Bekal inspirasi visual dari dunia wayang diperolehnya dari pergaulan yang intens dengan tradisi itu sejak masa kecilnya di wilayah Sanur, Bali. Kakeknya kerap membawakan figur wayang dari para dalang yang tampil di wilayah itu. Biasanya, selalu ada sisa wayang yang dibuang setelah pertunjukan karena mengalami kerusakan. “Saya juga biasa membuatnya dari daun kamboja dan nangka untuk mainan di masa kecil,” kata alumnus Sekolah Tinggi Seni Indonesia, Denpasar, ini.


Pengamat seni Wayan Seriyoga Partha menyatakan pengalaman masa kecil memang acap kali sangat berpengaruh terhadap karya seorang seniman. Proses internalisasi tersimpan di alam bawah sadar dan kemudian menjadi acuan interpretasi yang direkonstruksi kembali ke dalam medium karya seni.


Menurut Wayan, Astawa melepaskan keterkaitan wayang dari narasi epik yang diperankannya dan menjadikan wayang hanya sebagai media untuk memerankan lakon yang disampaikan sang dalang. Astawa memilih membebaskan diri dari pakem-pakem tersebut, dengan membebaskan penggambaran wayang sesuai dengan imajinasinya, sebagaimana kebebasan bermain-main dengan wayang-wayang daun saat masa kecilnya.


Narasi-narasi visualnya tidaklah memiliki latar cerita yang terstruktur, seperti dalam cerita epik pewayangan. Ada hal-hal spontan yang kemudian memasuki proses tersebut dan dimunculkan langsung dalam karya. “Spontanitas ini menjadi faktor penting,” ujar Wayan.


Sebenarnya, faktor tersebut juga merupakan rangkaian penanda simbolik yang tersimpan di alam bawah sadar. Bukan hal yang mudah untuk memahami keseluruhan penanda itu. Apalagi tidak ada penanda tunggal yang bisa dipilah antara satu peristiwa dan peristiwa lainnya. Seperti dalam karya Monkey Attack, terlihat pula di lukisan itu adanya visualisasi dentuman layaknya suara ledakan bom. Rupanya, ketika Astawa sedang melukis, terlintas pula kenangannya akan peristiwa bom di Kuta, Bali.


Yang jelas, bagi Astawa, ikonografi yang mengacu pada bentuk wayang memang bukan sebuah belenggu. “Itu cara saya untuk ikut merawat kekayaan budaya kita,” katanya.


Menurut Astawa, dia ikut prihatin karena wayang sudah mulai dilupakan orang. Karena itu, harus ada orang-orang yang menjadi penjaga tradisi. Keresahan itu diwujudkan Astawa dalam karya instalasi, berupa sebuah tank baja yang hendak melindas tradisi yang disimbolkan dengan batu-batu berukir motif tradisional.


ROFIQI HASAN

Berita terkait

Mengenal Voice Against Reason, Pameran Seni Rupa Kontemporer dari 24 Perupa

43 hari lalu

Mengenal Voice Against Reason, Pameran Seni Rupa Kontemporer dari 24 Perupa

Pameran seni rupa ini diikuti perupa dari Australia, Bangladesh, India, Jepang, Singapura, Taiwan, Thailand, Vietnam, dan Indonesia.

Baca Selengkapnya

Grey Art Gallery Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Islami Karya 75 Seniman

49 hari lalu

Grey Art Gallery Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Islami Karya 75 Seniman

Pameran seni rupa Islami ini menampilkan 85 karya 75 seniman yang membawa kesadaran bagaimana memaknai nilai-nilai Islam.

Baca Selengkapnya

Belasan Seniman Gen Z dari 3 Kampus di Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Equivocal

16 Oktober 2023

Belasan Seniman Gen Z dari 3 Kampus di Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Equivocal

Gen Z menggelar pameran seni rupa yang berisi karya digital art, seni instalasi, gambar atau drawing, lukisan, seni grafis, patung, juga performance

Baca Selengkapnya

Selasar Sunaryo Gelar Pameran Lengan Terkembang Karya Belasan Seniman Difabel

23 September 2023

Selasar Sunaryo Gelar Pameran Lengan Terkembang Karya Belasan Seniman Difabel

Program itu dilatari oleh kenyataan bahwa pameran seni rupa di Indonesia selama ini belum menjadi ruang khalayak yang inklusif.

Baca Selengkapnya

Pameran Seni Rupa Artsiafrica#2 di Bandung Tampilkan 170 Gambar

19 September 2023

Pameran Seni Rupa Artsiafrica#2 di Bandung Tampilkan 170 Gambar

Pameran seni rupa bertajuk Artsiafrica menampilkan sosok warga Asia dan Afrika lewat muka hingga balutan budayanya di negara masing-masing.

Baca Selengkapnya

Kelompok Ambari dari Alumni ITB Gelar Pameran Prismeu di Galeri Orbital Dago Bandung

4 September 2023

Kelompok Ambari dari Alumni ITB Gelar Pameran Prismeu di Galeri Orbital Dago Bandung

Karya yang ditampilkan 9 anggota dari kelompok Ambari dalam pameran Prismeu adalah perwujudan dari benda atau alam sekitar yang nyata di keseharian.

Baca Selengkapnya

Fenomena Alam dan Sosial di Pameran Tunggal Iwan Suastika

20 Agustus 2023

Fenomena Alam dan Sosial di Pameran Tunggal Iwan Suastika

Pameran tunggal Iwan Suastika diharapkan dapat membangun diskusi bersama tentang nilai-nilai kemanusiaan dengan perubahan alam.

Baca Selengkapnya

Lato-lato dan Rumus Fisika di Pameran Seni Rupa Ruang Dini Bandung

19 Juni 2023

Lato-lato dan Rumus Fisika di Pameran Seni Rupa Ruang Dini Bandung

Pameran Seni Rupa yang berlangsung di Galeri Ruang Dini, Bandung itu banyak menggunakan media papan kayu.

Baca Selengkapnya

Galeri NuArt di Bandung Gelar Pameran Mekanisme Pertahanan Manusia

21 Mei 2023

Galeri NuArt di Bandung Gelar Pameran Mekanisme Pertahanan Manusia

Ada cara yang dinyatakan oleh para seniman dalam pameran seni rupa ini, seperti mengenali ulang apa yang terlihat sebagai realitas keseharian.

Baca Selengkapnya

Pameran Bianglala Seribu Imajinasi, Wadah Seniman Penyandang Autisme Unjuk Diri

7 April 2023

Pameran Bianglala Seribu Imajinasi, Wadah Seniman Penyandang Autisme Unjuk Diri

Imajinasi unik dan berbeda yang dimiliki penyandang autisme ini terlihat dari karya mereka yang memiliki makna sudut pandang sendiri.

Baca Selengkapnya