Kisah Sebuah Negeri yang Sakit  

Reporter

Editor

Sabtu, 28 Agustus 2010 13:07 WIB

Pementasan karya inovatif garapan kelompok teater Laskar Panggung Bandung berjudul Sikat Sikut Sakit karya Sutradara Yusef Muldiyana di Gedung Indonesia Menggugat, Bandung, Jawa Barat. (TEMPO/GERRY ANDRIA)

TEMPO Interaktif, Bandung -Sirene ambulans meraung-raung. Dari pintu belakang mobil, para perawat sibuk mengeluarkan seorang pasien dengan tubuh penuh bebat dan luka. Puluhan orang mengerumuninya. Sebagian lagi, yang sedang antre di pintu masuk, menyingkir untuk memberi jalan.

Tak lama berselang, seorang suster meminta puluhan orang agar masuk ke ruang tunggu dengan tertib. Mereka yang tak kebagian bangku memilih duduk di lantai beralas tikar dan koran. Dalam hitungan menit, ruang tengah Gedung Indonesia Menggugat, Bandung, Jawa Barat, yang disulap menjadi ruang tunggu Rumah Sakit Barayaku Yasadaya itu penuh sesak.

Ratusan penonton hanya menyisakan dua lorong yang masing-masing selebar satu meter. Jalan sempit itu menjadi salah satu panggung bagi pementasan drama Sikat Sikut Sakit oleh Laskar Panggung Bandung, Jumat malam pekan lalu. Di situ, para pemain yang hilir-mudik harus melangkah hati-hati agar tak tersangkut kaki atau lutut penonton.

Teriakan tukang roti mengawali suasana hiruk-pikuk rumah sakit. Berikutnya, lewat tukang koran yang diperankan perupa Isa Perkasa. Menyusul kemudian kelompok dokter yang melintas sambil menjelaskan penyakit dan istilah medis lainnya kepada mahasiswa kedokteran di belakangnya. Pemakaian bahasa asing, seperti Arab dan Jepang, menggelitik tawa penonton.

Lalu muncul tokoh Tuan Sampoerno yang diperankan aktor teater gaek Mohamad Sunjaya, 73 tahun. Kepada seorang suster yang memapahnya, ia mengatakan harus dirawat karena asam uratnya kambuh gara-gara makan melinjo pemberian Tisna Sanjaya.

Perupa yang menjadi pasien sakit jiwa itu disebutnya juga mengidap sakit Van Gogh alias budek. Dengan bahasa Jerman dan Indonesia, penjelasan sakit telinganya karena teriris pisau juga membuat penonton terkikik.

Tisna, yang malam itu lebih banyak mengandalkan bahasa tubuh dan keahlian gambarnya, berkostum ikatan perban. Punggungnya menggendong dua kanvas berukuran sekitar setengah dan satu meter yang dibawanya ke mana-mana sambil tangannya menggambar wajah-wajah penonton dengan arang. Rumah sakit itu memang tak cuma menampung pasien yang sakit secara fisik, tapi juga psikis.

Pertunjukan itu menawarkan inovasi yang tak lazim. Dengan mengubah interior gedung, kelompok teater berusia 15 tahun tersebut membawa penonton hanyut dalam suasana rumah sakit dan menyelami segala permasalahannya. Dengan pengalaman pribadi masing-masing, misalnya, setiap penonton bahkan merasa bebas menjadi seperti pasien atau penunggu si sakit.

Interior dibuat semirip mungkin seperti di rumah sakit. Kerja keras bagian properti dan penata artistik itu tampak dari pemasangan tirai antartempat tidur pasien, meja dorong, kursi roda, atau ranjang dorong. Beberapa properti tampak harus dibuat sendiri, seperti bangku penunggu dan ranjang pasien.

Lakon karya sutradara Yusef Muldiana itu berkisah tentang kondisi rumah sakit yang hiruk-pikuk. Sebetulnya drama sepanjang dua setengah jam itu menggambarkan kondisi negeri ini yang kacau-balau, kemacetan lalu lintas, materialisme, cinta dunia, dan kekuasaan uang. Anak-anak kecil yang berseliweran di rumah sakit sambil menghafal istilah medis, misalnya, bertutur tentang hilangnya tempat bermain bagi anak-anak dan kian sempitnya ruang publik.

Karut-marut situasi itu juga membawa kita ke pertanyaan mendasar tentang istilah rumah sakit. "Apakah rumah untuk orang sakit, atau rumahnya sedang sakit," kata Sugiyati Suyatna Anirun, yang berperan sebagai Putri Kawih. Rumah sakit itu nyaris tak punya tempat lagi untuk mengurus penyakit, kecuali menjadi tempat orang-orang yang berdagang atau mencari keuntungan uang semata.

Mengusung persoalan sehari-hari di masyarakat, Yusef membalutnya dengan humor. Lucu tapi sering menyakitkan. Seorang istri, misalnya, enggan dibawa ke rumah sakit oleh suaminya karena mencemaskan biaya pengobatan yang mahal. Ia memilih mati daripada suaminya jatuh miskin. Di adegan lain, seorang suster marah-marah sambil menelepon ketika belum tuntas menjelaskan soal hipertensi.

Dari ruang tunggu, penonton kemudian diarahkan masuk ke ruang lain sesuai dengan nomor kartu yang dipegangnya. Dua ruang sayap Gedung Indonesia Menggugat itu diubah menjadi kamar perawatan pasien. Dalam dialog dokter dengan pasien, penjenguk, wartawan, dan suster, disisipkan komedi. Taburan istilah dan penjelasan penyakit, seperti meningitis, alzheimer, gigi berlubang, leukemia, dan kanker payudara, pun keluar dari para suster dan dokter.

Laskar Panggung terasa seperti sedang berkampanye sekaligus memberikan oleh-oleh tontonan berupa pengetahuan berbagai penyakit. Puncaknya, semua penghuni rumah sakit, dari tukang roti, calo antrean pasien, hingga dokter dan pasien, berubah menjadi gila. Mereka tak bisa lagi menyembuhkan pasien karena tak bisa mengobati penyakit mereka sendiri.

ANWAR SISWADI

Berita terkait

Siswa-siswi Binus School Simprug Gelar Pertunjukan Teater

3 hari lalu

Siswa-siswi Binus School Simprug Gelar Pertunjukan Teater

Agenda rutin yang dilaksanakan setiap tahun ini melibatkan siswa-siswi SMA, mulai dari persiapan, pemain, penulisan cerita, kostum, hingga tata cahaya

Baca Selengkapnya

Sehari 4 Kali, Teater Bandoengmooi Gelar Pertunjukan Longser Kerajaan Tikus

16 Oktober 2023

Sehari 4 Kali, Teater Bandoengmooi Gelar Pertunjukan Longser Kerajaan Tikus

Pewarisan seni longser melalui pelatihan, residensi atau pemagangan, dan pertunjukan di ruang publik dilakukan setiap tahun.

Baca Selengkapnya

Minat Anak Muda Berkurang, Bandoengmooi Gelar Seni Longser Pahlawan Kesiangan

4 September 2023

Minat Anak Muda Berkurang, Bandoengmooi Gelar Seni Longser Pahlawan Kesiangan

Longser termasuk seni pertunjukan dalam daftar warisan budaya tak benda dari Jawa Barat.

Baca Selengkapnya

Marcella Zalianty Ungkap Perbedaan Menjadi Produser Teater dan Film

30 Agustus 2023

Marcella Zalianty Ungkap Perbedaan Menjadi Produser Teater dan Film

Marcella Zalianty saat ini sedang mempersiapkan pertunjukan teater kolosal

Baca Selengkapnya

Festival Teater Jakarta 2022, tak Sekadar Pertunjukan

4 Oktober 2022

Festival Teater Jakarta 2022, tak Sekadar Pertunjukan

Puncak apresiasi FTJ diniatkan sebagai etalase yang memperlihatkan capaian pembinaan teater Jakarta pada tahun berjalan.

Baca Selengkapnya

Indonesia Kita Kembali Hibur Masyarakat Jakarta sebagai Ibadah Kebudayaan

18 Juni 2022

Indonesia Kita Kembali Hibur Masyarakat Jakarta sebagai Ibadah Kebudayaan

Direktur Kreatif Indonesia Kita, Agus Noor berharap pertunjukan Indonesia Kita ke-36 ini bisa memulihkan situasi pertunjukan seni di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Ngabuburit di Medan Sambil Nonton Teater Rumah Mata: Temukan Sahabat Sejatimu

15 April 2022

Ngabuburit di Medan Sambil Nonton Teater Rumah Mata: Temukan Sahabat Sejatimu

Teater Rumah Mata menggelar pertunjukan Shiraath untuk mengisi ngabuburit di sejumlah tempat di Kota Medan.

Baca Selengkapnya

Hari Teater Sedunia, Indonesia Punya Wayang Orang, Longser, Lenong dan Ketoprak

27 Maret 2021

Hari Teater Sedunia, Indonesia Punya Wayang Orang, Longser, Lenong dan Ketoprak

27 Maret menjadi Hari Teater Sedunia. Indonesia pun punya beragam pertunjukan teater rakyat seperti wayang orang, lenong, longser, hingga ketoprak.

Baca Selengkapnya

27 Maret Hari Teater Sedunia, 60 Tahun Sampaikan Pesan Perdamaian di Dunia

27 Maret 2021

27 Maret Hari Teater Sedunia, 60 Tahun Sampaikan Pesan Perdamaian di Dunia

Dulunya Teater merupakan hiburan paling populer di Yunani, pada 27 Maret, 60 tahun lalu Institut Teater Internasional menggagas Hari Teater Sedunia.

Baca Selengkapnya

Festival Teater Tubuh Dimeriahkan Belasan Penampil Secara Daring

18 Maret 2021

Festival Teater Tubuh Dimeriahkan Belasan Penampil Secara Daring

Festival Teater Tubuh berlangsung mulai Selasa sampai Sabtu, 16 - 20 Maret 2021. Festival ini merupakan silaturahmi tubuh kita dalam pandemi Covid-19.

Baca Selengkapnya