TEMPO Interaktif, Jakarta -Dua bulan lalu, mahasiswa Institut Teknologi Bandung meraih gelar juara umum Olimpiade Nasional Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam tingkat perguruan tinggi. Kontingen ITB meraih 18 medali dari 60 medali yang dibagikan. Kampus Ganesha mengungguli Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.
Salah satu peserta dalam kontingen ITB adalah Stefani Herlie, mahasiswa jurusan astronomi. Meski bidang astronomi tidak dilombakan, Fani--begitu Stefani biasa disapa--tertarik menjadi peserta saat kampusnya menyeleksi peserta. Fisika dipilihnya karena masih berhubungan dengan astronomi. "Sebelum menyukai astronomi, saya menyenangi fisika," ujarnya. Pilihan Fani tepat. Meski gagal meraih emas, ia tidak kecewa. "Saya meraih perunggu," katanya.
Fani mengakui kemampuannya di bidang fisika tidak secemerlang bidang astronomi. Dia mengikuti Olimpiade itu karena tidak ada kompetisi di bidang ilmu perbintangan tingkat nasional. Menurut gadis kelahiran Jakarta ini, tidak adanya kompetisi astronomi nasional karena bidang itu hanya dipelajari di kampusnya. "Percuma dilombakan, kampus saya yang menang," ujarnya tertawa.
Sejak sekolah menengah atas, Fani akrab dengan perlombaan. Olimpiade pertama yang diikuti adalah Olimpiade Sains Nasional pada 2005. Gemblengan menjelang Olimpiade membantu anak pertama dari dua bersaudara ini menemukan bakat spesifiknya. "Saya tertarik astronomi," katanya. Hasilnya cespleng. Fani menyabet medali emas.
Kesuksesan itu membawa Fani ke perlombaan tingkat internasional. Di tahun yang sama, dia mewakili Indonesia dalam Asian-Pacific Astronomy Olympiad di Irkutsk, Rusia. Meski meraih perunggu, Fani terpilih sebagai peserta dengan ujian praktek terbaik.
"Saya semakin mencintai astronomi," ujarnya. Namun antusiasme ini menghadapi kendala oleh sedikitnya referensi tentang ilmu falak itu. Bahkan guru SMA-nya tak cukup menguasai ilmu tersebut. "Hanya mengandalkan informasi dari buku," katanya.
Kesulitan itu toh tak menghambat Fani. Dia dipilih Kementerian Pendidikan Nasional mengikuti International Astronomy Olympiad di Mumbai, India, setahun kemudian. Kali ini Fani tak sukar menyiapkan kemampuannya karena Kementerian mendatangkan pengajar dari luar negeri. "Saya banyak mendapatkan informasi baru," ujarnya.
Fani makin yakin dengan kemampuannya. Namun keberuntungan belum merapat dengannya. Kala itu gadis 21 tahun ini hanya meraih medali perak. Prestasi ini tetap dihargai pemerintah dengan memberinya beasiswa. "Saya mendapat hadiah Rp 10 juta," ujarnya.
Masuk ke perguruan tinggi, Fani tanpa halangan. Dia mengikuti seleksi jalur khusus yang diberikan ITB kepada mantan peserta Olimpiade internasional. Tentang jurusan, Fani telah mantap memilih. "Saya ambil jurusan astronomi," katanya.
Hobinya pada astronomi benar-benar tersalurkan. Sejak semester awal hingga sekarang, Fani mendapat Dean's List dari fakultasnya. Penghargaan itu khusus diberikan kepada mahasiswa yang meraih indeks prestasi di atas 3,5.
Penghargaan ini tak memadamkan kerinduannya mengikuti kompetisi bidang astronomi. Hanya, kompetisi astronomi tingkat mahasiswa belum ada penyelenggaranya.
Untuk memperdalam kajian astronomi, Fani kerap mengunjungi Observatorium Bosscha di Lembang, Bandung, yang merupakan bagian dari kampusnya. "Seminggu sekali saya ke sana," ujarnya.
Menurut Fani, melihat bintang di malam hari tidak membuatnya bosan. "Banyak rasi bintang yang belum kita kenal," ujarnya. Dengan menggunakan teleskop, ia tak kesulitan membedakan jenis bintang dan benda angkasa lainnya. Melalui teleskop, kandungan unsur kimia, jarak bintang dengan bumi, kecepatan, komposisi atmosfer yang menyelimuti, dan ukuran asli benda asing bisa ia ketahui.
Keuletan Fani mendatangkan keberuntungan. Kedutaan Jepang mengundangnya mengikuti kursus astronomi di National Astronomical Observatory of Japan, Februari lalu. Selain menikmati fasilitas observatorium yang lebih canggih, ia belajar perhitungan dalam astronomi. "Saya belajar mengolah data lewat komputer," katanya.
Gadis sulung pasangan D.V. Heiman dan Mellyana ini bertekad mendapatkan pekerjaan sebagai astronom meski harus berpisah dengan keluarga. "Kalau tidak di Indonesia, ya, di luar negeri," katanya. Misalnya Jepang, Belanda, dan Amerika Serikat, yang lebih memperhatikan para astronom.
Namun, sebelum impiannya terwujud, Fani terobsesi mengenalkan indahnya astronomi kepada rakyat Indonesia yang kurang tertarik pada bidang ini. Dia berharap banyak anak muda yang memilih astronomi.
AKBAR TRI KURNIAWAN
Biodata
Nama: Stefani Herlie
Panggilan: Fani
Tempat dan tanggal Lahir: Jakarta, 10 Desember 1989
Orang tua: D.V. Heiman (ayah), Mellyana (ibu)
Status: Sulung dari dua bersaudara
Pendidikan:
l Program Studi Astronomi, Institut Teknologi Bandung 2007
Penghargaan:
l Medali emas Olimpiade Sains Nasional bidang astronomi (2005)
l Best Experiment Olimpiade Sains Nasional bidang astronomi (2005)
l Medali perunggu Asian-Pacific Astronomy Olympiad di Irkutsk, Rusia (2005)
l Best Practical Asian-Pacific Astronomy Olympiad di Irkutsk, Rusia (2005)
l Medali emas Olimpiade Sains Nasional bidang astronomi (2006)
l Juara II International Astronomy Olympiad di Mumbai, India (2006)
l Medali perunggu ONMIPA bidang fisika (2010)