Ahad lalu, wartawan Tempo Ismi Wahid berbincang dengan sutradara Teater Tanah Air, Jose Rizal Manua, di Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, tempat ia biasa melatih anak-anak teater itu. Menurut Jose, permohonan pembuatan visa keberangkatan telah diajukan jauh-jauh hari ke Kementerian Luar Negeri. Tapi permohonan tersebut dikembalikan pada saat hari keberangkatan sudah dekat. "Saya tidak tahu mengapa mereka mengembalikan itu di saat semua pihak tidak bisa menolong kami untuk membuat visa secepat itu," katanya.
Pihak Kementerian Luar Negeri melalui Acting Direktur Diplomasi Publik Direktorat Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Riaz J.P. Saehu mengatakan pengajuan visa untuk anak-anak di bawah umur memerlukan persyaratan yang lebih spesifik dibanding orang dewasa. Persyaratan itu, antara lain, adanya surat pengadilan dan surat notaris yang menyatakan persetujuan orang tua untuk keberangkatan anak-anak di bawah umur tersebut. Persyaratan itu untuk menjamin jika terjadi sesuatu pada anak-anak. “Kami bantu. Hanya persyaratan harus dipenuhi sendiri dan itu bukan tugas kami,” ujar Riaz melalui surat elektronik.
Menurut Riaz, Kementerian memberikan nota rekomendasi yang ditujukan kepada Kedutaan Besar Belanda karena tiket yang dimiliki oleh Teater Tanah Air tiket Garuda Indonesia dengan tujuan Belanda, sebelum menuju Jerman. Proses menjadi lama karena Kedutaan Besar Belanda di Jakarta menolak sebelum visa Jerman dibuat.
Selanjutnya, Kementerian memfasilitasi kembali nota diplomatik rekomendasi visa ke Kedutaan Besar Jerman. "Informasi yang kami peroleh dari Kedubes Jerman, Teater Tanah Air hanya menyampaikan paspor tanpa melengkapi persyaratan administrasi lainnya. Itu di luar kewenangan kami,” kata Riaz.
Begitulah. Yang jelas, gagalnya Teater Tanah Air tampil di festival teater anak dunia itu membuat Jose Rizal Manua kecewa berat. Berikut ini petikan wawancara Tempo dengan sutradara teater tersebut.
Bagaimana kronologinya sehingga anak-anak Teater Tanah Air gagal berangkat?
Isu festival teater ini sudah dua tahun lalu dikumandangkan. Pada 16 Mei lalu, panitia festival mengirimkan surat kepastian bahwa kami menjadi peserta festival itu. Kemudian saya langsung mengurus visa untuk keberangkatan ini. Pada 19 Mei saya kirim surat kepada Kementerian Luar Negeri untuk minta bantuan pengurusan visa. Ternyata pada 4 Juni, pukul 1 siang, saya dipanggil oleh salah seorang anggota staf Kementerian. Sampai di sana berkas-berkas itu dikembalikan dan meminta saya mengurus sendiri.
Apa alasan mereka mengembalikannya?
Tidak ada alasan. Dan mereka mengatakan akan memberikan nota diplomatik. Saya tidak tahu apakah betul ini nota diplomatik (Jose memperlihatkan nota diplomatik yang dikeluarkan Kementerian Luar Negeri dan membandingkannya dengan milik Kementerian Kesejahteraan Rakyat). Hanya ada paraf. Beda dengan nota diplomatik dari Menteri Agung Laksono, ia memberikan tanda tangan. Saat itu kedutaan sudah tutup, pukul 12 siang, untuk pengurusan berkas. Anda bayangkan, berkas dikembalikan Jumat. Sabtu dan Minggu perkantoran libur. Saya coba lagi ke Kedutaan Jerman hari Selasa. Mereka menolak karena tidak cukup waktu untuk mengurus visa itu. Kementerian Luar Negeri katanya sudah menelepon Kedutaan Jerman. Mestinya, kalau menelepon, kita diterima di kedutaan itu.
Apa yang Anda lakukan setelah itu?
Saya panik, saya telepon Pak Nuh, Menteri Pendidikan, untuk minta bantuan. Saya juga mengadu ke anggota DPR. Mereka men-support. Lalu saya menghubungi panitia festival agar membantu melalui kedutaannya di Indonesia. Saya juga meminta bantuan Pak Agung Laksono. Dia menelepon langsung Duta Besar Jerman, tapi tetap saja kami tidak bisa mendapatkan visa itu. Saya sampai memutuskan untuk memundurkan jadwal berangkat yang tadinya 16 Juni menjadi 22 Juni. Saya sampai ke kedutaan sama Putu Wijaya, siapa tahu masih bisa berangkat.
Dengan memundurkan jadwal keberangkatan, apakah panitia masih bisa menunggu?
Panitia di sana sangat longgar kepada kami. Kami adalah satu-satunya peserta yang ditunggu kehadirannya di festival itu. Kami seharusnya pentas pada 21 Juni. Samuel Wattimena sudah membuat baju khusus untuk karnaval kami. Bahkan kami juga sudah mempersiapkan pertunjukan angklung untuk ajang street performance nanti. Ini bukan festival main-main. Saya enggak tahu mengapa kami tidak mendapat perhatian dari pemerintah.
Bagaimana Anda menyampaikan kepada anak-anak soal gagalnya keberangkatan ini?
Anak-anak mengalami dan mengikuti proses ini sendiri. Saya merasakan kesedihan mereka seperti halnya kekecewaan saya. Saya menunggu festival ini selama empat tahun. Dan kita sudah tiga kali menyandang gelar terbaik. Tentunya saya tidak akan main-main di festival ini. Nama Indonesia disebut-sebut di sana, kita seharusnya bangga betul. Saya enggak tahu mengapa ini dipersulit. Kalau Kementerian Luar Negeri mengembalikan berkas itu lebih awal, kami masih punya waktu untuk mengurusnya. Mereka mengembalikan pada saat siapa pun tidak bisa lagi mengurusnya. Ini yang sangat saya pertanyakan.
Bagaimana tanggapan panitia ketika tahu Teater Tanah Air urung tampil?
Panitia sedih sekali mendengar kami tidak bisa datang. Termasuk orang tua angkat yang akan mereka tinggali selama di Jerman. Mereka tahu bahwa kami akan membuat sesuatu yang istimewa. Yang mengharukan saya, bendera kita dikibarkan sampai akhir festival. Lagu jingle teater yang saya kirim juga diputar pada malam pembukaan. Dan diberitakan di sana bahwa Teater Tanah Air dari Indonesia tidak bisa hadir di festival itu karena kesulitan memperoleh visa. Semua orang bertepuk tangan karena simpati atas kejadian ini. Tiket kami sudah habis terjual. Kami ditunggu betul dan kita satu-satunya negara yang dianggap istimewa.
Tidak semua negara bisa ikut. Meski festival diadakan dua tahun sekali, di Jerman, sebagai tempat kelahiran festival ini, diadakan setiap empat tahun sekali. Ini festival paling bergengsi untuk festival anak-anak di dunia. Dan kita tiga kali membuat pertunjukan terbaik. Sekarang pun saya yakin bisa terbaik lagi. Tapi bagaimana kita membuktikan kalau kenyataannya kita tidak bisa berangkat.
Setelah kegagalan ini, apa yang akan dilakukan Teater Tanah Air?
Kami akan terus berkarya. Pada 30 Juli mendatang, dalam rangka peringatan Hari Anak Nasional, Presiden akan saya undang, termasuk Menteri Luar Negeri dan Duta Besar Jerman, untuk melihat pertunjukan kami, bahwa pertunjukan kami istimewa. Saya juga akan mencoba mementaskan lakon ini keliling Indonesia. Sebab, isunya sangat relevan dengan Indonesia.