Program yang akan segera memasuki musim kedua ini memilih 16 inovator muda untuk mengubah ide proyek mereka menjadi kenyataan dengan bekerja di bengkel khusus di Taman Sains dan Teknologi Qatar, dilengkapi dengan berbagai alat, bahan, dan labolatorium. Kamera mengikuti kegiatan para inovator yang berusaha menyelesaikan berbagai tantangan baru dan bersaing mendapatkan hadiah uang tunai US$ 300 ribu atau sekitar Rp 2,75 miliar.
Program sains jarang menarik banyak pemirsa di kawasan Timur Tengah. Tetapi, Yayasan Qatar untuk Pendidikan, Sains dan Pengembangan Masyarakat berhasil mempopulerkan acara yang disiarkan 17 saluran televisi di seluruh kawasan Arab ini.
Pada musim pertama, yang dimulai pada Mei 2009, tiga juri acara ini memilih 16 finalis dari 11 negara Arab dari hampir 6.000 orang pelamar, yang menunjukkan tingginya minat terhadap acara ini. Enam belas finalis ini mengembangkan produk seperti alat unik yang bisa dipakai di dalam air untuk menangkap dan menyimpan frekuensi gelombang dan mengubahnya menjadi energi yang berguna atau rompi pengaman murah yang bisa digunakan untuk meminimalkan cidera akibat kecelakaan mobil, dan kursi roda yang bisa membaca pola gelombang otak hingga bisa menolong pemakainya bergerak dengan lebih mudah.
Festival Sains Kairo
Prakarsa lain untuk mempromosikan inovasi di dunia Arab adalah Festival Sains Kairo yang diselenggarakan dengan dukungan Festival Sains Cambridge di Cambridge, Amerika Serikat, dan dilaksanakan bersamaan dengan festival tersebut.
Festival Sains Kairo membuat sains hidup melalui tayangan interaktif dan pameran, seperti koleksi seni yang menunjukkan keindahan dunia nano, drama, meneropong bintang, dan lokakarya mengenai kekayaan intelektual, warisan sains dunia, dan juga cara menumbuhkan kreativitas di rumah dan di sekolah. Festival ini memberikan kesempatan kepada para pengunjung untuk berbincang dengan lima pemenang Nobel melalui video dan juga menyediakan aktivitas bagi anak-anak, yang umumnya jarang menjadi pengunjung acara seperti itu.
Acara-acara sains seperti ini sudah semestinya mendapatkan perhatian dan karenanya para wartawan di kawasan ini memainkan peranan yang penting. Acara ini memang diliput besar-besaran oleh media di Mesir, tetapi jurnalisme sains memang bukan suatu hal yang umum di dunia Arab. Inilah kebutuhan yang coba dipenuhi oleh Asosiasi Wartawan Sains Arab (ASJA), yang terbentuk pada 2004 setelah Konferensi Dunia Wartawan Sains (WCSJ) di Montreal.
Selain itu, ASJA juga berupaya keras menjadi organisasi yang dikenal secara internasional dan mencari dana untuk tetap berfungsi. ASJA diresmikan pada Konferensi WCSJ di Melbourne pada 2007 dan disponsori oleh Yayasan Sains dan Teknologi Arab (ASTF) yang berkedudukan di Uni Emirat Arab.
Dua tahun kemudian, ASJA mendapatkan tender untuk menyelenggarakan konferensi WCSJ, yang akan dilaksanakan di Kairo pada 2011 nanti dan mengalahkan kompetitor lain seperti Asosiasi Redaktur dan Wartawan Sains Finlandia dan Asosiasi Wartawan Sains Uganda. Ini akan menjadi kali pertama WCSJ dilaksanakan di negara berkembang dan semoga bisa memberikan kesempatan kepada mereka untuk bersuara dalam bidang khusus ini.
Presiden ASJA pertama adalah seorang perempuan: wartawan sains Mesir, Nadia El-Awady. Ia juga menjadi salah satu direktur konferensi dan Presiden World Federation of Science Journalists.
Bagi mereka yang hidup di Timur Tengah, perkembangan-perkembangan ini menghadirkan tren baru di kawasan ini. Para tokoh dunia Arab dalam bidang sains sedang mendorong sains untuk keluar dari buku-buku dan labolatorium penelitian dan menjadi bagian dari budaya pop dan media global. Inovasi ilmiah Arab bukan lagi sekadar satu aspek dalam buku-buku sejarah, tetapi sesuatu yang sedang terjadi saat ini.
Inilah kontribusi kaum muslim kontemporer di berbagai belahan dunia dalam bidang sains. Seperti yang digambarkan dalam buku 1001 Inventions: Muslim Heritage in Our World, profesor University of Manchester, Salim Al-Hassani, menghadirkan potret baru mengenai muslim dengan menyoroti kemajuan seni dan sains mereka. Kemajuan ini sebetulnya adalah bibit yang mendorong sebagian besar penemuan Barat dalam kedokteran, matematika, dan sains yang dimulai pada abad ke-16.
Rasha Dewedar, wartawan Mesir yang mendalami Timur Tengah, isu gender dan sains. Artikel ini disebarluaskan oleh CGNews