Koreografer Jecko Siompo Mengeksploprasi Beta Max Sampai DVD
Jumat, 18 Juni 2010 18:39 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta - Lima penari berkaos putih berbaris satu garis. Telapak tangan mereka telungkup seperti anjing atau monyet. Gaya menarinya enerjik, dengan tempo gerak yang cepat. Iringan musik disko pun membuat koreografi tari ini tampil menjadi tontonan yang asik.
Dari Beta Max Sampai DVD Berjajar Pulau-pulau. Dari judulnya saja sudah mengundang rasa penasaran penonton. Nomor tari ini merupakan karya koreografer asal Papua, Jecko Siompo, yang dipentaskan bertepatan dengan penutupan perhelatan akbar Indonesian Dance Festival (IDF) 2010 yang ke-10 di Taman Ismail Marzuki, Kamis (17/6) malam lalu. Bagi penikmat seni tari, nama tersebut pasti tak asing lagi.
Dengan komando berupa pekikan-pekikan seperti anjing, penari yang terdiri dari Siti Ajeng Soelaeman, Andara Firman Moeis, Arisma Ranisa, Phitoz Harris, dan Jecko sendiri, bergerak teratur. Sesekali memperlihatkan koreografi jenaka yang membuat tawa terumbar.
Kecanggihan teknologi merupakan sebuah pesan dari tradisi. Kiranya itulah folosofi yang dianut Jecko dalam mencipta karya yang satu ini. Judul nomor ini pun sebenarnya adaptasi dari lirik lagu perjuangan Dari Sabang Sampai Merauke. Dengan imajinasi liarnya, Jecko mengubahnya menjadi Dari Beta Max Sampai DVD. “Sebenarnya tak ada maksud tertentu, tujuannya cuma ingin bikin orang penasaran saja,” katanya usai pentas.
Lewat karya yang pernah dipentaskan tahun lalu di Goethe Haus Jakarta ini, Jecko ingin mengajak generasi muda untuk bersatu dalam ragam budaya. “Tari ini menggambarkan cerita kehidupan yang majemuk, “ katanya. “Lagi pula, saya juga ingin memberitahu penonton kalau kangguru di Papua justru lebih banyak ketimbang di Australia,” ujarnya menambahkan.
Hingga tahun ini, bintang Jecko sebagai penari dan koreografer tengah bersinar. Semenjak dua tahun lalu, Jecko sudah menancapkan “Merah Putih”-nya di dunia tari internasional. Karyanya pernah mampir di Kampnagel Theatre Hamburg Jerman (2010), tampil di Esplanade dalam rangka Singapore Art Festival (2009), menghadiri Pasific Dance Platform dalam Hongkong Arts Festival (2009), dan “dB Art festival” di Osaka Jepang (2008).
Beberapa penghargaan pun melengkapi debutnya sebagai seniman tari. Seperti anugerah Juara umum Lomba Koreografi GKJ (1997), koreografer Terbaik Pentas Tari Dinas Kebudayaan Jakarta (2000), terpilih sebagai 20 Pemuda Berprestasi di Indonesia dai dicatat dalam buku Catatan Emas: Kisah 20 Pemuda Indonesia yang Mengukir Sejarah, dan sebagai salah satu dari empat Pemuda Berprestasi dari Indonesia yang tercatat dalam buku Young South Asia.
Aguslia Hidayah