Pada usia 23 tahun, Gesang yang tidak bisa membaca notasi musik menciptakan lagu Bengawan Solo, lagu keroncong tersebut langsung populer di Jawa. Saat itu, Bengawan Solo kerap diputar di radio. Karena sering diputar, tentara Jepang yang sedang menjajah Indonesia pun ikut gandrung. Bahkan lagu Bengawan Solo dialihbahasakan ke Bahasa Jepang. Pada 1947, Toshi Matsuda membuat rekaman lagu ini dalam bahasa Jepang, Bengawan Solo pun semakin populer.
Saat peluncuran album karya emas Gesang, dua tahun lalu, Tempo sempat mewawancarai khusus. “Keroncong harus tetap eksis,” ujarnya dengan intonasi tegas. Dia tidak rela jika keroncong yang berasal dari Indonesia kemudian hilang karena sudah tidak disukai masyarakat.
Menurut Gesang, orang-orang usia 40 tahun ke atas sudah tidak cocok dengan lagu pop, apalagi dangdut. “Keroncong inilah yang pas, yang sebenarnya digemari segala bangsa,” katanya dengan pengucapan yang agak terbata-bata.
Gesang menutup usia pada hari ini, pukul 18.10 di Surakarta, Jawa Tengah. Selamat Jalan, Gesang.
UKKY PRIMARTANTYO I PGR