Memikat Srimpi Usang

Reporter

Editor

Minggu, 2 Mei 2010 09:16 WIB

Pementasan "Tari Metamorfosis Srimpi Neyeng' karya dengan choreography Mugiyono Kasido, di Teater Salihara, Jakarta, (27/04). (TEMPO/ Novi Kartika)

TEMPO Interaktif, Jakarta -

Kang busono tejo obro kang tumejo,
Angreyep kumitir keter ngunjwolo,
Sengkang iro anelahi ing kalangyan,
Estri priyo samyo bungah,
Kaereman dening langening kalangya.

(Berpakaian serba kehijauan,
Berkedip bergetar getar bercahaya,
Giwangnya bersinar di langit,
Wanita laki-laki bergembira semuanya,
Terpesona oleh tarian langit)


Untai senandung terucap oleh dalang perempuan sepuh itu melalui sebuah tembang tanpa iringan. Empat penari perempuan berbalut tikar melafalkan gerak tari srimpi. Mereka pada posisi saling berlawanan dan berseberangan, seperti empat pilar yang menyangga arah mata angin. Janturan yang terucap dari dalang sepuh itu bukan perintah bagi penari untuk melakonkan sesuatu, melainkan sebuah penjelasan.

Bagitulah satu lakon tari srimpi kontemporer berjudul Srimpi Neyeng (Rusty Srimpi), yang diciptakan oleh Mugiyono Kasido. Pada Kamis dan Jumat (29-30 April) pekan lalu, garapan ini ditampilkan di Teater Salihara, Jakarta. "Karya ini diciptakan untuk mengkritisi pentingnya menjaga warisan budaya," ujar Mugi, seusai workshop karyanya di depan anak-anak SMU se-Jakarta.

“Neyeng” berarti berkarat. Kata itu dipilih oleh Mugi untuk membenturkan sebuah ironi. Ironi yang hendak ditampilkan Mugi adalah betapa keindahan tari Jawa sebagai warisan budaya tak mendapat perlakuan yang semestinya.

Srimpi adalah tari yang disakralkan dalam tradisi keraton Jawa. Sejarah menyebutkan, tari ini diubah pada abad ke-17 sejak masa Sultan Agung Mataram dan hanya dipentaskan di istana. Kemegahan dan kesakralannya sama dengan tari bedaya. Bedaya ditarikan oleh sembilan penari putri yang sangat feminim. Lain halnya srimpi, yang hanya ditarikan oleh empat penari perempuan dan bersifat kesatria.

Mereka melafalkan gerak tari yang berbeda satu sama lain. Menurut Mugi, gerak tari Srimpi Neyeng berakar dari Srimpi Ludiro Madu, yang diciptakan oleh Pakubuwono IV ketika menjabat Adipati Anom di Kasunanan Surakarta. Srimpi Ludiro Madu diciptakan sebagai penanda bahwa Pakubuwono IV memiliki keturunan Madura, karena ibunda sang Raja berasal dari Madura. Momen inilah yang dimanfaatkan Mugi untuk memulai garapan baru, sebuah tari yang diciptakan untuk memelihara budaya. Meskipun demikian, gerak tari tak hanya diambil dari Srimpi Ludiro Madu ini. “Semua kamus gerakan srimpi saya gunakan,” ujar Mugi.

Konsep tarian berdurasi 40 menit ini sangat kontemporer. Tari yang digarap oleh Mugi sejak 2009 ini dimulai dengan munculnya dalang perempuan, Murhati, yang tak lain adalah ibunda Mugi. Dengan membawa dodogan dan kecrek (alat yang dipakai dalang untuk menciptakan bunyi perkusif bersuara dog-dog-dog), ia mulai membuka dengan tembang.

Kemudian, empat penari perempuan itu membaur. Geraknya terpecah-pecah dan sangat baru, di luar pakem srimpi. Satu penari memainkan gerakan patah-patah. "Seperti besi berkarat, ini adalah bagian yang rusak," ujar Mugi. Iringan musik seperti suara motor, dan resital piano membuat suasana menjadi semakin gaduh.

Gerakan-gerakan itu mereda ketika semua penari tergeletak bersama. Mereka melepas tikar dan menyatukannya. Ucapan-ucapan mantra, lantunan ayat suci, serta tembang janturan dari sang dalang membaur. Meski tumpang-tindih, ia membentuk harmoni yang tetap enak didengar meskipun asing. Dalang sepuh itu mulai menjahit dan menyatukan keempat tikar pandan itu.

Kodok Ngorek terpilih menjadi iringan gerakan selanjutnya, meski tembang ini tak lazim untuk mengiringi srimpi. "Iringan yang sederhana, tema melodinya berulang-ulang," ujar Mugi.

Tak hanya Srimpi Neyeng yang dimainkan malam itu. Ada juga tari berjudul Metamorfosis, yang dimainkan sendiri oleh Mugi selama 30 menit. Garapan ini bercerita tentang perubahan dan usaha pertahanan diri manusia atas lingkungannya. Kemenangan yang paling besar, menurut Mugi, adalah mengalahkan diri sendiri dalam dinamikan modernitas, lingkungan sosial, dan politik yang dapat mengubah karakter manusia menjadi brutal.

Sebelumnya, Srimpi Neyeng dan Metamorfosis ini sudah dipentaskan pertama kali di sanggarnya, Surakarta, dua pekan yang lalu. Mereka memainkannya di sebuah tanah lapang luas dengan suasana penuh tegakan bambu di sana. Mugi tak main-main dalam memilih penari. Seluruh pemain adalah penari yang sudah lama berapresiasi di bidangnya.

Selain itu, penonton lebih atraktif untuk mengapresiasi garapan tersebut, lebih bebas dan tak terkungkung oleh aturan pertunjukan dalam ruangan.

Di Jakarta, garapan ini kembali digelar dengan repertoar yang persis sama. Hanya, performa panggung dan tata lampu lebih tertata dibanding gelaran di Surakarta. Selain itu, di Solo pertunjukkan melibatkan tiga perempuan penari dan satu laki-laki.

Sehari sebelum pertunjukan, diadakan workshop bagi siswa SMU di Jakarta. Garapan kesenian tradisional yang dipadu dengan kontemporer membuat mereka berdecak kagum. Forum tanya jawab menjadi ramai oleh diskusi. Tampaknya, karya ini adalah hal baru bagi mereka.

ISMI WAHID


Tikar Pandan Membalut Badan


Memang tak lumrah jika tikar digunakan untuk membalut badan. Tapi, oleh Mugi, properti ini disulap menjadi baju yang menutupi kostum utama para penari dan menjadi ciri utama pergelaran malam itu. "Memang sengaja digunakan untuk menyembunyikan yang lebih indah," ujar Mugi.

Tikar, bagi Mugi, memiliki simbol yang luar biasa. Benda ini adalah bagian yang sangat erat dalam tradisi Jawa. Tikar selalu hadir dalam setiap upacara-upacara Jawa yang mencerminkan fase kehidupan, mulai dari kelahiran, pernikahan, hingga kematian.

Awalnya, Mugi memilih lembaran aluminium (seng) untuk membalut tubuh penari itu sebelum kostum aslinya diperlihatkan. Lembaran aluminium ini lebih bisa mewakili fenomena karat yang mendukung tarian tersebut. Namun, karena alasan keselamatan penari, Mugi urung menggunakannya.

Hingga suatu kali Mugi duduk di atas selembar tikar pandan yang telah sobek. Lalu ia mengeksplorasi benda tersebut menjadi baju. Bunyi gesekan tikar dan lantai ini pun tak gaduh berlebihan. Maka dipilihlah tikar mendong ini menjadi ornamen penciri utama tari Srimpi Neyeng.


ISMI WAHID

Berita terkait

SMA Labschool Cibubur Selenggarakan Pentas Seni Cravier 2024 Usung Tema Peduli Lingkungan

43 hari lalu

SMA Labschool Cibubur Selenggarakan Pentas Seni Cravier 2024 Usung Tema Peduli Lingkungan

Acara tahunan SMA Labschool Cibubur akan mengusung tema lingkungan dalam kacamata anak muda di Cravier 2024.

Baca Selengkapnya

Butet Kartaredjasa Terintimidasi, Bagaimana Cara Mengurus Perizinan Pentas Seni?

7 Desember 2023

Butet Kartaredjasa Terintimidasi, Bagaimana Cara Mengurus Perizinan Pentas Seni?

Butet Kartaredjasa menyebut bahwa pementasan seninya diintervensi oleh pihak kepolisian karena larangan menampilkan satir politik.

Baca Selengkapnya

HNW Apresiasi Usulan Pementasan Seni Budaya jelang Tahun Politik 2024

28 Juli 2023

HNW Apresiasi Usulan Pementasan Seni Budaya jelang Tahun Politik 2024

Komunitas seni dan budaya, Sangkami mengusulkan pementasan seni dan budaya melibatkan para anggota MPR.

Baca Selengkapnya

Ada Monas Week Saat Libur Lebaran 2023, Pengelola Siapkan 4 Toilet Bus Tambahan

25 April 2023

Ada Monas Week Saat Libur Lebaran 2023, Pengelola Siapkan 4 Toilet Bus Tambahan

Rangkaian Monas Week menyuguhkan pertunjukan musik khas Idul Fitri serta Air Mancur Menari dan video mapping.

Baca Selengkapnya

4 Acara Imlek yang Populer di Indonesia, Selalu Menarik Minat Wisatawan

21 Januari 2023

4 Acara Imlek yang Populer di Indonesia, Selalu Menarik Minat Wisatawan

Acara-acara itu tak sekadar untuk membuat meriah Imlek, tapi memiliki makna di dalamnya.

Baca Selengkapnya

Libur Natal dan Tahun Baru, Ini Sederet Agenda Kesenian di Lereng Merapi

14 Desember 2022

Libur Natal dan Tahun Baru, Ini Sederet Agenda Kesenian di Lereng Merapi

Ada sejumlah agenda seni budaya yang akan kembali digelar di kawasan Kaliurang pada libur Natal dan Tahun Baru.

Baca Selengkapnya

Dua Tahun Vakum, Seniman Kabupaten Bekasi Ramaikan Lebaran Yatim

3 September 2022

Dua Tahun Vakum, Seniman Kabupaten Bekasi Ramaikan Lebaran Yatim

Gabungan seniman Kabupaten Bekasi kembali manggung untuk memeriahkan Lebaran Anak Yatim setelah dua tahun terhalang pandemi

Baca Selengkapnya

Siap-siap Disambut Tari Sri Kayun Saat Wisata ke Kulon Progo

23 Maret 2021

Siap-siap Disambut Tari Sri Kayun Saat Wisata ke Kulon Progo

Tari Sri Kayun dan fragmen Suroloyo Wrehaspati dibawakan oleh seniman Kulon Progo dan pegawai pemerintah daerah sebagai penari pendukung.

Baca Selengkapnya

Pertunjukan Daring: Gamelan, Bondres Bali, dan Nasib Pertunjukan Seni Tradisi

20 Februari 2021

Pertunjukan Daring: Gamelan, Bondres Bali, dan Nasib Pertunjukan Seni Tradisi

Omah Wulangreh menggelar pertunjukan seni dan budaya Pusaka Kita. Menampilkan musik gamelan Tari Legong Semaradana.

Baca Selengkapnya

Produksi Teater di Masa Pandemi, Apa Saja Tantangannya?

1 Desember 2020

Produksi Teater di Masa Pandemi, Apa Saja Tantangannya?

Tentu ada beberapa tantangan saat memproduksi pentas teater. Salah satu kendala utamanya adalah mencari cara agar pentas tetap dapat roh.

Baca Selengkapnya