Mencoba Melestarikan Tayuban

Reporter

Editor

Minggu, 25 April 2010 15:47 WIB

TEMPO Interaktif, Bandung - Sepuluh lelaki tua duduk berbaris di samping pesinden dan kelompok nayaga. Hampir seluruhnya berpakaian senada: memakai beskap, kalung rantai, blangkon, kain batik, dan selendang. Begitu gamelan ditabuh, satu per satu lelaki itu menari bergantian. Kadang ikut ditemani seorang atau dua penari lainnya. Tiga ronggeng yang duduk dekat pesinden, menunggu ajakan pangibing (penari) itu.

Mengikuti alunan gamelan dan nyanyian pesinden, gerakan awal tangan, kaki, dan leher penari itu sederhana. Terlihat seperti sedang pemanasan. Setelah beberapa menit, gerak tubuhnya mulai penuh, bertenaga, dan bervariasi. Tak terasa, para penari yang sudah kakek-kakek itu masih sanggup tampil lebih dari 10 menit.

Acara tayuban yang digelar Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung itu mengundang para penari tradisional dari berbagai daerah. Misalnya, Atot dari Garut, Wahyudin asal Sumedang, dan penari tayuban dari Bogor, Cirebon, serta Bandung. Berlangsung di Gedung Kesenian Dewi Asri, STSI Bandung, pada Sabtu kemarin, tarian itu didokumentasikan sebagai upaya konservasi seni tradisi.

Advertising
Advertising

Menurut dosen Jurusan Tari STSI Bandung Anis Sujana, tayuban adalah tarian pergaulan yang semula berkembang di kalangan menak, priayi, atau bupati, di tanah Jawa. Tarian itu diperkirakan tercipta ketika para ningrat mendengar suara gamelan sambil mabuk tuak atau minuman beralkohol dari penjajah Belanda dulu. "Dari gamelan bisa muncul rangsangan auditory yang menjadi gerak, seperti ketika nonton dangdut," katanya. Setelah itu, mereka mengajak ronggeng atau penari perempuan.

"Awalnya cuma tayuban saka, ya sakadaek, sakainget (seenaknya, seingatnya)," ujarnya. Perkembangan tayuban di Jawa Barat kemudian terpengaruh oleh tari topeng dari Cirebon yang dimainkan berkeliling pada 1920-an. Pengaruh itu, kata Anis, yang membuat tayuban di Jawa Barat agak berbeda dengan tayuban di Jawa Tengah atau Jawa Timur.

Dari lingkungan kediaman priyayi dan pendopo Bupati, tayuban kemudian masuk ke perkampungan rakyat. Tayuban lalu bercampur dengan tarian ketuk tilu, doger, dan pencak silat. Di Pangandaran, kata Anis, tayuban bercampur dengan tarian ronggeng gunung. Di tempat lain berpadu dengan kesenian bangreng dan gembyung.

Sampai sekarang, tayuban dengan segala paduannya itu masih dimainkan dalam pesta hajatan atau ritus tertentu. Misalnya, di Subang, Sumedang, Pangandaran, dan Ciamis. Ciri khasnya, tarian dengan iringan gamelan itu masih didampingi minuman keras, ronggeng, dan sawer atau pengumpulan uang dari penonton. “Apakah yang seperti itu masih perlu dilestarikan atau cukup diambil gerak tariannya saja, itu perlu dipikirkan,” katanya.

ANWAR SISWADI

Berita terkait

Gubernur Sumbar Apresiasi Festival Rakyat Muaro Padang

11 hari lalu

Gubernur Sumbar Apresiasi Festival Rakyat Muaro Padang

Festival yang menggelar beragam atraksi budaya diyakini mampu menghasilkan dampak positif untuk perekonomian.

Baca Selengkapnya

Wali Kota Padang Mensyukuri Suksesnya Festival Rakyat Muaro Padang

15 hari lalu

Wali Kota Padang Mensyukuri Suksesnya Festival Rakyat Muaro Padang

Sederet pertunjukan seni budaya dipertontonkan selama tiga hari. Diharapkan generasi muda bisa melestarikan warisan budaya.

Baca Selengkapnya

3 Festival Budaya Jepang yang Terbesar di Negeri Sakura

4 Maret 2024

3 Festival Budaya Jepang yang Terbesar di Negeri Sakura

Tiga festival budaya Jepang terbesar yang dirayakan di tanah Jepang.

Baca Selengkapnya

Festival DONGDALA Budaya Desa Hadirkan Apresiasi Desa Budaya

21 Desember 2023

Festival DONGDALA Budaya Desa Hadirkan Apresiasi Desa Budaya

Festival ini menjadi langkah awal dalam menumbuhkan kepedulian terhadap budaya dan melestarikannya untuk generasi mendatang.

Baca Selengkapnya

Bupati Keerom Minta Festival Budaya Terus Berkembang

28 November 2023

Bupati Keerom Minta Festival Budaya Terus Berkembang

Pemerintah Kabupaten Keerom melaksanakan Festival Budaya Keerom Ke VIII yang dilaksanakan di Lapangan Sepak Bola Swakarsa

Baca Selengkapnya

Kaodhi'en, Festival Ketahanan Pangan Lereng Argopuro Desa Klungkung

21 November 2023

Kaodhi'en, Festival Ketahanan Pangan Lereng Argopuro Desa Klungkung

Ketahanan Pangan sebagai Modal Utama Dalam Implementasi Program Pemajuan Kebudayaan Desa" dan Galang Gerak Budaya Di Kawasan Tapal Kuda

Baca Selengkapnya

Euforia Meriah Festival Seni Budaya Kabupaten Keerom

6 November 2023

Euforia Meriah Festival Seni Budaya Kabupaten Keerom

Ribuan masyarakat Kabupaten Keerom tumpah ruah memadati Lapangan Sepakbola Swakarsa, Arso, dalam memperingati Festival Seni Budaya dan Persembahan Hasil Bumi Klasis GKI Keerom, Senin, 6 November 2023.

Baca Selengkapnya

Inilah Festival Budaya Terpanjang di Dunia, 75 Hari Nonstop

17 Oktober 2023

Inilah Festival Budaya Terpanjang di Dunia, 75 Hari Nonstop

Festival budaya Bastar Dussehra sudah berusia lebih dari 600 tahun di India Tengah, dimulai oleh keluarga kerajaan.

Baca Selengkapnya

Melihat Ritual Besoq Gong dalam Perayaan 116 Tahun Desa Wisata Bonjeruk

24 September 2023

Melihat Ritual Besoq Gong dalam Perayaan 116 Tahun Desa Wisata Bonjeruk

Tradisi Besoq Gong di Desa Wisata Bonjeruk merupakan salah satu warisan budaya Sasak yang kaya dan unik.

Baca Selengkapnya

Perayaan Korea Culture & Travel Festival 2023 Akan Hadir di 3 Kawasan Jakarta

27 Agustus 2023

Perayaan Korea Culture & Travel Festival 2023 Akan Hadir di 3 Kawasan Jakarta

Penggemar budaya Korea bisa menikmati pilihan kegiatan menarik, hingga mendapatkan harga promosi tiket wisata ke Korea di festival itu.

Baca Selengkapnya