Perjalanan Coldplay, Dari Perguruan Tinggi Hingga Menjadi Grup Band Menginspirasi
Reporter
Siti Riska Umami
Editor
Dwi Arjanto
Selasa, 23 Mei 2023 22:50 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Antusias masyarakat Indonesia untuk melihat konser band asal Inggris, Coldplay begitu tinggi. Pada Jum’at, 19 Mei 2023, ketika tiket dibuka pukul 10.00 WIB dalam hitungan jam, tiket ludes terjual habis.
Salah satu pembeli tiket, Viotty Danar Ganesya Pusung, dari Jakarta, mengaku bahwa dia sudah menyiapkan jauh-jauh hari untuk bisa menonton konser grup rock yang digawangi oleh Chris Martin. Bahkan rela menjual barang-barang di rumahnya seperti kulkas, sepeda, dan sepeda motor.
Hasil yang diperoleh sebesar Rp 5 juta. Jika dihitung dengan tiket yang Danar pilih yakni tiket ultimate experience dengan harga Rp 11 juta, tidak membuatnya putus asa untuk melihat konser yang diimpikan yang beranggotakan empat orang. Pria yang berusia 31 tahun itu mengaku akan tetap berupaya dan war untuk mendapatkan tiket tersebut.
Selama berkarya, baik penjualan album, royalty lagu, dan tur konser, Coldplay telah meraup kekayaan yang banyak.
Dirujuk dari dexpert, konser terakhir pada Agustus 2022, penjualan album A Rush of Blood to the Head menghasilkan US$19,5 juta atau sekitar Rp289 miliar. Tidak hanya itu, tur A Rush of Blood to the Head juga memberikan keuntungan US$6,26 juta atau sekitar Rp92,8 miliar untuk Coldplay.
Lantas, bagaimana awal karir Coldplay hingga di tahap puncak karir ini ?
Grup band yang beranggotakan Chris Martin sebagai vokalis, Jonny Buckland sebagai gitaris, Guy Berryman sebagai basis, dan Will Champion sebagai drummer dan perkusionis itu bertemu ketika menempuh pendidikan di University College London (UCL) dengan nama grup band Starfish dari tahun 1997 hingga 1998.
Berjalannya waktu, nama Starfish berubah menjadi Coldplay. Pada tahun 1998, Coldplay merilis EP pertama bernama safety. Tahun 1999, Coldplay resmi mengeluarkan albumnya bernama Parachuters yang salah satu singlenya “Yellow” meraih penghargaan Grammy Award dengan kategori Album Alternatif terbaik dan nominasi Mercury Prize.
Hal yang sama diraih Coldplay di tahun 2002, mereka berhasil menuliskan namanya di sejarah dengan memenangkan penghargaan Grammy untuk rekaman terbaik pada album keduanya A Rush of Blood to The Head.
Di tahun 2021, Coldplay berinovasi dengan beraneka ragam genre musik seperti electronica, ambien, pop, R&B, klasik, dan rock progresif yang tertuang pada album bernama Music of the Spheres.
Pada laman idxchannel dari album itu, Coldplay meraih posisi teratas penjualan dengan total 101.000 keping serta sebagai album penjualan tercepat.
Pilihan editor : 9 Fakta Pasutri Tipu Jastip, Tiket Coldplay: Biaya Jasa Rp50 Ribu, Keuntungan Capai Rp257 Juta
Selalu update info. Simak breaking news dan berita pilihan di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung.