Marc Marquez Pernah Main Angklung, Begini Sejarah Alat Musik Bambu ini

Reporter

Tempo.co

Jumat, 25 Maret 2022 15:01 WIB

President Director AHM Toshiyuki Inuma (kiri), Executive Vice President Director Johannes Loman (kanan), General Manager Race Operations Management Division Tetsuhiro Kuwata (kedua kiri) dan Pembalap MotoGP Marc Marquez memainkan angklung saat kunjungan di Saung Angklung Udjo, Bandung, Ahad, 10 Februari 2019. Dibekali angklung satu persatu, Marc Marquez dan yang lain memainkan lagu dari Indonesia Bengawan Solo, hingga lagu Can't Help Falling in Love dan lagu Jepang berjudul Sukiyaki. ANTARA

TEMPO.CO, Jakarta - Marc Marquez pebalap MotoGP pernah main angklung di Saung Angklung Udjo, dua tahun lalu, tepatnya 10 Februari 2019, bersama President Director AHM Toshiyuki Inuma.

Seni tradisional alat musik dari bambu asal Jawa Barat ini kerap menjadi persembahan kepada tamu-tamu dari mancanegara karena keunikannya.

Sebelum menjadi kesenian yang dikenal luas seperti sekarang, alat musik angklung telah mengalami perjalanan sejarah yang panjang. Pada masa penjajahan Belanda, alat musik tersebut bahkan dilarang dimainkan. Bagaimana kisahnya?

Melansir buku Jurus Kilat Jago Main Angklung yang ditulis Ajimufti Azhari dan Asri Andarini, tidak diketahui kapan angklung pertama kali dibuat dan dimainkan. Mulanya, alat musik ini digunakan sebagai sarana pemujaan Nyai Sri Pohaci atau yang dikenal pula sebagai Dewi Sri.

Masyarakat Sunda yang agraris mempercayai keberadaan Dewi Sri sebagai Dewi Padi pemberi kehidupan. Mereka mempersembahkan lagu-lagu pujian agar Dewi Sri turun ke bumi untuk memberkati tanaman padi dan menghindarkan mereka dari gagal panen.

Advertising
Advertising

Alat musik yang digunakan dalam ritual persembahan lagu terbuat dari batang bambu yang ditabuh atau digoyangkan. Dari sini kemudian lahirlah alat musik angklung. Biasanya, angklung yang digunakan hanya terdiri dari lima nada, seperti salendro, pelog, dan madenda.

Masyarakat Baduy yang dianggap sebagai sisa masyarakat Sunda asli masih melaksanakan ritual dengan menggunakan angklung secara rutin, yakni pada saat mengawali penanaman padi, pesta panen, dan seren taun.

Angklung Dianggap Musik Militer

Pada masa penjajahan Belanda, angklung dianggap sebagai musik militer yang dapat membangkitkan semangat rakyat dalam melakukan perlawanan. Hal itu dijelaskan dalam makalah yang ditulis oleh maestro angklung Obby AR. Wiramihardja.

Seorang pengamat Belanda berinisial GJN, dalam zaman INDIE tahun pertama, No. 21, 22 Agustus 1917 mengatakan, “En geen wonder : de angkloeng is militaire muziek” (dan tidak mengherankan: angklung memang musik militer).

Hal serupa juga diungkapkan dalam majalah de ORIENT No. 52, 24 Desember 1938, yang menyebutkan, “Over het algemeen dragat angkloeng muziek een opwekkend en vroolijk karakter, maar het heft ook zijn krijgslystige en mystiekezijde” (pada umumnya musik angklung menggairahkan dan menggembirakan, tetapi juga dapat menimbulkan semangat perjuangan dan mistik).

Angklung dianggap sebagai ancaman bagi pemerintah Hindia Belanda. Oleh karena itu, pada pertengahan abad ke-XIX, ketika di Pasundan sedang dilaksanakan peraturan tanam paksa, permainan alat musik ini dilarang. Angklung hanya boleh dimainkan oleh anak-anak dan pengemis saja.

Pada 1938, seorang guru Sekolah Rakyat sekaligus Pembina Pramuka di Kuningan Jawa Barat, Daeng Sutigna, tertarik dengan permainan angklung dari seorang pengemis. Ia lalu mempelajari cara membuat angklung dari seorang perajin bernama Pak Jaya.

Berbekal pengetahuan musik yang dimilikinya, Daeng melakukan inovasi dengan membuat angklung yang terdiri atas 7 nada atau yang disebut pula sebagai angklung solmisasi. Angklung tersebut dimainkan oleh para anggota pramuka dan mendapat sambutan baik dari berbagai kalangan.

Daeng kerap mengadakan pementasan angklung di Kuningan bersama para pelajar dan anggota pramuka. Pada Perundingan Linggarjati tahun 1946, ia juga memperdengarkan angklung dan berhasil mencairkan suasana tegang kala itu.

Angklung semakin dikenal setelah Daeng mengajarkan permainan alat musik tersebut bersama para muridnya di sekolah-sekolah. Pada Konferensi Asia Afrika 1955, Daeng berhasil memimpin 1.000 pelajar memainkan angklung di hadapan para pemimpin dunia.

Pada 1968, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan angklung sebagai alat pendidikan musik dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sejak itu, angklung menjadi bagian dari pendidikan di sekolah-sekolah.

Pada November 2010, alat musik angklung ditetapkan sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia oleh UNESCO. Penetapan tersebut telah melalui serangkaian proses diplomasi yang cukup lama.

SITI NUR RAHMAWATI

Baca: Alat Musik Tradisional Angklung Sempat Dimainkan 1.500 Nakes di Wisma Atlet

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Berita terkait

Hasil Sprint Race MotoGP Spanyol 2024: Jorge Martin Juara, Marc Marquez Jatuh dan Finis Ketujuh

10 jam lalu

Hasil Sprint Race MotoGP Spanyol 2024: Jorge Martin Juara, Marc Marquez Jatuh dan Finis Ketujuh

Jorge Martin menjuarai sprint race MotoGP Spanyol 2024. Marc Marquez jatuh dan finis di posisi ketujuh.

Baca Selengkapnya

MotoGP Spanyol 2024: Rekap Hasil dan Jadwal Sabtu Hari Ini 27 April

23 jam lalu

MotoGP Spanyol 2024: Rekap Hasil dan Jadwal Sabtu Hari Ini 27 April

MotoGP Spanyol 2024 tengah bergilir di Sirkuit Jerez, Spanyol. Simak rekap hasil dan jadwal Sabtu hari ini 27 April 2024.

Baca Selengkapnya

Pekan ini, Venesia Mulai Menerapkan Biaya Masuk untuk Wisatawan Harian

2 hari lalu

Pekan ini, Venesia Mulai Menerapkan Biaya Masuk untuk Wisatawan Harian

Kamis ini, yang merupakan hari libur di Italia, pengunjung Venesia diharuskan membeli tiket masuk seharga Rp87 ribu. Tidak berlaku untuk tamu hotel.

Baca Selengkapnya

10 Geopark di Indonesia yang Masuk Jejaring UNESCO, Geopark Kebumen Menyusul?

3 hari lalu

10 Geopark di Indonesia yang Masuk Jejaring UNESCO, Geopark Kebumen Menyusul?

Indonesia berpotensi menambah daftar geopark yang masuk jejaring UNESCO

Baca Selengkapnya

Hari Buku Sedunia Diperingati Setiap 23 April, Apa Saja Hari Penting Tentang Buku dan Literasi?

4 hari lalu

Hari Buku Sedunia Diperingati Setiap 23 April, Apa Saja Hari Penting Tentang Buku dan Literasi?

Ada sejumlah hati penting tentang buku dan literasi. Di tingkat internasional, ada hari buku sedunia setiap 23 April

Baca Selengkapnya

11 Fakta Unik Isfahan Iran, Kota Terbaik di Timur Tengah yang Dijuluki "Separuh Dunia"

5 hari lalu

11 Fakta Unik Isfahan Iran, Kota Terbaik di Timur Tengah yang Dijuluki "Separuh Dunia"

Isfahan merupakan salah satu tujuan wisata utama dan salah satu kota bersejarah terbesar di Iran.

Baca Selengkapnya

5 Fakta Geopark Kebumen yang Diusulkan Masuk dalam Jejaring UNESCO

6 hari lalu

5 Fakta Geopark Kebumen yang Diusulkan Masuk dalam Jejaring UNESCO

Geopark Kebumen diajukan untuk mendapat pengakuan dari UNESCO Global Geopark. Ini 5 keunikannya.

Baca Selengkapnya

Puluhan Mahasiswa Berkumpul di Yogyakarta Peringati Hari Warisan Dunia

9 hari lalu

Puluhan Mahasiswa Berkumpul di Yogyakarta Peringati Hari Warisan Dunia

Tak kurang 80 mahasiswa dari tiga kampus yakni Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada dan Universitas Tidar Magelang berkumpul di Yogyakarta pada Kamis 18 April 2024.

Baca Selengkapnya

Marc Marquez Ungkap Masalah yang Membuatnya Gagal Finis di MotoGP Amerika 2024

12 hari lalu

Marc Marquez Ungkap Masalah yang Membuatnya Gagal Finis di MotoGP Amerika 2024

Marc Marquez mengungkapkan masalah yang membuatnya jatuh dan gagal finis di MotoGP Amerika 2024.

Baca Selengkapnya

Hasil MotoGP Amerika 2024: Maverick Vinales Juara, Pedro Acosta Kedua, Marc Marquez Gagal Finis

13 hari lalu

Hasil MotoGP Amerika 2024: Maverick Vinales Juara, Pedro Acosta Kedua, Marc Marquez Gagal Finis

Maverick Vinales berhasil menjuarai balap MotoGP Amerika 2024 dengan mengukir sejarah.

Baca Selengkapnya