Pameran ini menjadi semacam catatan proses kreatif Syahrizal dalam menggarap bentuk kuda sejak paruh awal 1990-an hingga kini. Pada masa awal dia menggarap bentuk kuda, patungnya muncul dengan deformasi bentuk (pemiuhan) yang masih sederhana, seperti karya patung figuratifnya. Pada karya Sang Kuda, misalnya, ukuran tubuh kuda masih proporsional, tapi dengan lekukan otot tubuh yang sudah lebih rata hasil pemiuhan yang minimal. Buntut dan rambut di leher kuda dideformasi secara minimal, sedang wajah masih menyisakan lekuk-lekuk realistis.
Pada karya bertarikh 1992 dengan judul Mak Njegaqgik, deformasi makin jauh. Tubuh kuda menjadi lebih panjang dengan kaki lebih pendek dan bentuk kepala sudah mulai meninggalkan jejak realisme. Pada karya 1993 terjadi perubahan yang sangat berarti. Syahrizal meninggalkan permukaan patung yang halus. Ia mulai bermain-main dengan permukaan bertekstur dan memasukkan elemen figur manusia pada sosok kuda.
Pada 1994, Syahrizal menghasilkan karya terbaik yang ditampilkan dalam pameran ini. Karya bertajuk Terjerat dari materi perunggu itu mengalami deformasi paling radikal. Tubuh kuda pipih memanjang dengan tiga kaki pendek bertaji. Tubuh pipih itu mengesankan gerak bertenaga menahan jeratan citraan tali di moncongnya yang terikat di bagian ekor.
Syahrizal mendeformasi bentuk ekor yang justru menimbulkan kesan yang berbeda dengan bentuk asal ekor kuda yang lembut dan gemulai. Pemiuhan bentuk ekor ini menjadi bentuk menjulang dan kokoh. Rumbai rambut kuda berubah bak bentuk stalagmit di dalam gua.
Karya ini sangat berbeda dengan patung kuda Syahrizal yang lain. Ia tak melanjutkan gaya deformasi bentuk sebagaimana yang ia lakukan pada karya Terjerat tadi. Pada tahun-tahun berikutnya Syahrizal menghasilkan bentuk kuda yang seragam: kuda dalam posisi berdiri tegak, kadang agak condong ke belakang dan ke depan, tubuh langsing, empat kaki dan leher yang panjang tegak tapi juga kadang meliuk lentur. Ia juga menambahkan bentuk figur yang duduk di punggung kuda.
Kadang ia mengganti kepala kuda dengan kepala manusia, kepala ayam jago, atau citraan topeng wajah. Begitu pula bentuk telapak kaki kuda, kadang ia ganti menjadi bentuk kaki manusia atau kaki ayam jago. Kurator Mikke Susanto mengkategorikan seri kuda ini dalam tema fantasi.
Syahrizal memang mengambil beberapa unsur bentuk dari karya Terjerat, misalnya bentuk surai kuda berupa susunan bentuk stalagmit yang teratur sehingga menegaskan corak dekoratif pada karyanya.
Elemen dekoratif sangat kuat pada karya bertajuk Bouraq berkepala manusia, dengan bulu leher berbentuk gelombang yang teratur, sayap dan ekor dengan rongga yang berjejer seperti pola ragam ukir kayu. “Saya suka corak dekoratif ukiran seni tradisi,” ujarnya.
Tak banyak pematung yang memasukkan elemen dekoratif ke dalam karyanya, seperti yang dilakukan pematung Gregorius Sidharta (almarhum). Sidharta memalingkan muka dari modernisme dengan menggali elemen seni tradisi dan memasukkan elemen itu ke dalam karya patungnya. Syahrizal kini berada di jalur yang sama.
Raihul Fadjri