TEMPO Interaktif, Semarang: Sampai 15 Septermber nanti sang perupa ingin mengingatkan bahwa bangsa Indonesia berdiri di atas fondasi pluralisme. Berlatar belakang agama dan suku yang beraneka rupa. Kesan ini menemukan momentumnya ketika banyak kelompok tertentu yang memaksakan kehendak dengan menodai semangat kebhinekaan.
Itulah pesan lukisan Plurality is a Blessing (2008) karya penyair Sitok Srengenge yang dipamerkan di Rumah Seni pada 5-15 September. Plurality is a Blessing merupakan satu di antara delapan lukisan Sitok dalam pameran yang bertajuk: Di Luar Kata.
Selain Sitok, turut pameran penyair Acep Zamzam Noor. Pameran ini menghadirkan dua karya penyair seolah menantang keduanya mengekspresikan cita rasanya di luar media kertas dan kata-kata. Di dunia kesusatraan Indonesia, penyair Sitok sudah amat kondang.
Penyair dan penulis kelahiran Purwodadi 43 tahun ini, karyanya selalu menghiasi media massa. Dia adalah seorang di antara 20 exceptional people di Asia yang dinobatkan Asiaweek sebagai leader for the millenium in society and culture.
Reputasi Acep Zamzam Noor juga tidak kalah mencorong. Kumpulan puisinya Menjadi Penyair Lagi menjadikan pria 48 tahun ini meraih Khatulistiwa Literary Award 2006-2007. Melukis bukanlah hal baru bagi jebolan Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung ini. Hanya, publik terlanjur lebih mengenalnya sebagai penyair dibanding seorang pelukis.