TEMPO Interaktif, Jakarta:Pada Ramadan mendatang, Jay Subiyakto hendak berkarya lebih dari biasanya. Bermitra dengan Erwin Gutawa, dia ingin menggelar pentas musik Islam yang berpadu dengan nilai lokal. Gagasan itu tak lepas dari kekhawatiran melihat kondisi Islam di Indonesia saat ini. ”Ada kecenderungan Arabisasi,” ujar lelaki kelahiran Ankara, Turki, 48 tahun silam itu.
Berkaca dari cara dakwah Sunan Kalijaga, Jay berpendapat, dalam beragama, hendaknya kebudayaan sendiri harus dipertahankan. Maka dia menggandeng sejumlah seniman lokal untuk mendukung pertunjukannya. ”Saya ajak seniman didong dari Aceh dan Ibu Waljinah untuk nembang suluk,” katanya.
Suluk atau tembang Jawa bernapas Islam didalaminya secara khusus. ”Saya pelajari selama tiga bulan,” ujar pemilik nama asli Wijaya Subiyakto itu. Dalam konser mendatang, beberapa suluk dijadikan referensi. ”Saya baca suluk Wujil karya Sunan Bonang dan serat Ambiya,” katanya. Apa yang hendak disampaikan dengan konser ini? ”Perbedaan itu indah,” ujarnya. Kita lihat saja pertunjukannya kelak, indah atau bed. (Majalah Tempo)