Robi Navicula Kampanye Pengurangan Sampah Plastik
Reporter
Shinta Maharani (Kontributor)
Editor
Rini Kustiani
Selasa, 16 Juli 2019 12:46 WIB
TEMPO.CO, Yogyakarta - Vokalis kelompok musik grunge Navicula, Gede Robi Supriyanto berkeliling ke sejumlah daerah untuk bermain musik dan menyebarkan pesan pengurangan sampah plastik.
Robi bersama para videografer WatchDog Dhandy Laksono, produser film dokumenter, dan para aktivis keliling sejumlah tempat untuk mengumpulkan sampah plastik sejak tanggal 11 Juli. Mereka telah memungut sampah dari pantai di Bali, Tambakwedi Kenjeran Surabaya, dan Kalicode Yogyakarta. Tujuan selanjutnya yaitu Semarang Bogor, Bandung, dan puncaknya di Jakarta.
Mereka mengangkut sampah-sampah plastik itu ke truk berwarna oranye bertuliskan tolak plastik sekali pakai. Selain truk untuk sampah, mereka juga membawa mobil uji lab analisis mikroplastik dalam taik. Mereka mengambil sampel kotoran manusia untuk diuji, beberapa di antaranya milik pejabat daerah setempat.
Di Jakarta, seniman, aktivis, videografer dan masyarakat sipil akan berkumpul untuk mengkampanyekan kerusakan lingkungan karena plastik. "Kami ingin isu tolak plastik sekali pakai ini jadi isu nasional," kata Robi, Minggu malam, 14 Juli 2019.
Robi Navicula menyebut setidaknya terdapat 500 juta kantong plasttik dan 93 juta sedotan plastik per hari yang mencemari laut. Di Bali, Gubernur Bali Wayan Koster mengumumkan larangan penggunaan kantong plastik, styrofoam dan sedotan plastik, Senin, 24 Desember 2018.
Larangan yang dicantumkan dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 97 tahun 2018 itu untuk menekan sampah plastik yang diharapkan bisa mencapai 70 persen dalam satu tahun mendatang. Robi berharap kebijakan itu akan menular di sejumlah daerah.
Di halaman komunitas seni Survive Garage Yogyakarta malam itu, Robi membawakan sejumlah nomor dari album Navicula yang lirik-liriknya berisikan pesan penyelamatan lingkungan. Lagu berjudul Ibu yang terinspirasi dari kisah mitologi Bali.
Ibu simbol dari bumi pertiwi yang rusak karena keserakahan manusia. Pembabatan hutan dan pestisida yang meracuni lautan hingga pencemaran mikroplastik. "Semuanya karena keserakahan manusia," kata Robi Navicula.
Lagu lainnya berjudul Rimba, berkisah tentang keanekaragaman hayati hutan Indonesia di Gunung Leuser, Sumatera Utara. Sebelum menyanyi dengan iringan gitar akustiknya, Robi mengajak semua penggemarnya untuk menirukan suara burung, siamang, dan owa. Penggemarnya pun saling bersahutan menirukan suara binatang-binatang hutan.
Robi bersama aktivis, videografer, dan produser film dokumenter terlibat dalam pembuatan film dokumenter berjudul Pulau Plastik. Film ini rencaananya akan dirilis pada 2019 dan diputar di bioskop. Dandhy Laksono menjadi sutradaranya dan Robi menjadi pembawa acara.
Film dokumenter non-fiksi ini menggunakan pendekatan antropologis dan budaya yang dirancang untuk penonton lokal. Tujuannya bmengubah perilaku publik terhadap masalah sampah plastik sekaligus menunjukan sistem pengelolaan sampah yang lebih baik.
Film serial ini mengeksplorasi masalah pengelolaan sampah di Bali, serta tantangan yang sedang dihadapi oleh masyarakat Bali dan pemerintah. Serial ini juga turut menyoroti kebiasaan baik dan solusi yang berkelanjutan.
Mereka yang terlibat produksi film menggunakan pendekatan sosial-budaya yakni peran tradisi dan spiritual Bali dalam pengelolaan limbah. "Sekaligus peran seni dan musik sebagai medium kampanye untuk mendorong gerakan ramah lingkungan," kata Dandhy.