TEMPO Interaktif, : Gelap menyergap ketika layar panggung tersibak. Organis Christina Mandang duduk membelakangi penonton di sisi kanan, memainkan nada-nada sendu sebagai pembuka kantata kisah sengsara Yesus. Tiga perempuan muncul dari sisi kiri panggung mengenakan pakaian panjang lengkap dengan kerudung mereka. Selanjutnya, suara sopran Pricillya Carlla Souhuwat mengumandang, yang didramatisasi oleh daun kering jatuh dan berserakan. Pricillya, 21 tahun, menyanyikan kidung pengantar derita Yesus. Itulah penggalan awal pertunjukan Opera Kantata oleh Susvara Opera Company di Gedung Kesenian Jakarta, Minggu malam lalu.Mereka membawakan repertoar-repertoar klasik karya Theodore Dubois (1837-1924) dalam pementasan yang bertajuk "The Seven Last Words of Christ" dalam rangka perayaan Paskah. Sebelum opera "The Seven Last Words of Christ" yang dibawakan secara massal oleh Susvara, yang berkolaborasi dengan Immanuel Chruch Choir, pada sesi awal terlebih dulu tampil solis-solis yang membawakan musikalisasi ayat-ayat Alkitab karya George Frideric Haendel (1685-1759), Felix Mendellssohn (1800-1847), dan Gioachino Rossini (1792-1868). Berbagai gaya oratoria dibawakan dengan apik oleh sopranis Christine Lubis dan Novanda Bulu, tenoris Indra Listyanto, dan baritonis Indra Listyanto. Tak ketinggalan pula suara mezosopran Chatarina Leimena, yang salah satunya membawakan oratoria dari kitab Yesaya berbunyi "Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan." Kisah sengsara Yesus memang menjadi suguhan utama pementasan yang berlangsung selama sekitar dua jam ini. Opera "Tujuh Kata-kata Terakhir Yesus" ini dipentaskan dengan apik. Suara-suara nyaring para punggawa Susvara memang patut diacungi jempol. Tata lampu juga menggugah penonton mengucapkan pujian. Dekorasi panggung seakan memberi kehidupan pada oratoria ataupun opera. l TITO SIANIPAR