Red Sparrow, Manipulasi Mata-mata Wanita Dua Negara
Reporter
Tempo.co
Editor
Aisha Shaidra
Selasa, 13 Maret 2018 03:19 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -Seperti menghadapi dunia terbalik, kariernya sebagai balerina papan atas, terpaksa mati dan menggiringnya masuk ke dunia agen rahasia. Penuh pertarungan fisik, main strategi, penuh kehati-hatian, mengandalkan kemampuan goda-rayu, dan lagi mengancam nyawa kapan saja.
Hal itu dialami Dominika Egorova (Jennifer Lawrence). Setelah alami kecelakaan yang disengaja sehingga menyebabkan kakinya patah, bawah sadarnya ternyata mudah tersulut dendam, membawanya melakukan pembunuhan pertama. Di balik kelembutan seorang balerina, Dominika punya sifat dingin dan cepat membuat strategi.
Film Red Sparrow, seolah menunjukkan kemampuan agen rahasia perempuan yang mengandalkan sisi feminitasnya sebagai senjata untuk merancang strategi dan menaklukkan lawan, nyaris sepenuhnya laki-laki. Lihat bagaimana Dominika menjatuhkan mental dan superioritas rekan satu pelatihannya lewat pandangan merendahkan saat dihadapkan alat kelamin. Ia pun dinilai pandai menangkap motif seseorang lewat gestur atau tatapan.
Dalam satu adegan, Dominika menunjukkan bagaimana ia menampakkan diri agar menarik perhatian seorang agen CIA, Nate Nash (Joel Edgerton) yang menjadi sasarannya setelah ia didepak dari pendidikan Red Sparrow. Dalam waktu singkat, peristiwa kehilangan karier cemerlang sebagai seorang balerina dan upaya menyelamatkan nyawa sang ibu (Joely Richardson) menghadirkan sisi dingin dan juga menunjukkan bakat lain yang tersembunyi, jadi agen rahasia.
Red Sparrow, menunjukkan sebuah jalinan cerita yang serius dan dingin. Namun di dalamnya nyaris tak banyak ditemukan adegan baku hantam, dar-der-dor tembakan, atau menonjolkan teknologi-teknologi canggih ala film spionase lainnya. Red Sparrow adalah teknik menjatuhkan lawan lewat praktik menggoda dan sejenis manipulasi.
Tetap ada bagian perburuan, tikaman senjata, tembakan tanpa ba-bi-bu, juga adegan tanpa busana yang disensor cukup kasar. Namun pada praktiknya, Dominika lebih menggiring penonton untuk coba ikuti alur pikirnya mengambil keputusan-keputusan dan tindakan yang kadang meleset diterka. Dominika berupaya selangkah lebih maju bahkan lebih dari lawannya, dari pamannya Ivan Dimitrevich Egorov (Matthias Schoenaerts).
Sebagai seorang agen rahasia Rusia, Jennifer Lawrence cukup berhasil memunculkan sosok yang dingin, penuh perhitungan, dan sigap mengambil keputusan. Tapi di sisi lain, karakter itu seolah lenyap begitu saja saat ia berhadapan dengan Nate. Kelemahan Jennifer di film ini meyakinkan penonton bahwa Dominika adalah orang Rusia.
Adegan-adegan penyiksaan, dan berdarah cukup menimbulkan ngeri, tapi secara keseluruhan film ini menekankan persoalan Dominika mengatur langkahnya untuk menyelamatkan hidupnya, ibunya, juga membalaskan dendamnya satu persatu. Semua digambarkan cukup lambat dan panjang, dengan durasi lebih dari dua jam. Sehingga membutuhkan konsentrasi untuk terus mengikuti alur ceritanya.
Justin Haythe menuliskan naskah merujuk pada novel berjudul serupa karya Jason Matthews, seorang mantan agen CIA. Film ini menghantarkan Jennifer Lawrence bekerja sama lagi dengan sang sutradara, Francis Lawrence. Sebelumnya keduanya dipertemukan lewat trilogi Hunger Games.