Kuasai Panggung Java Jazz, Chris Botti Tetap Rendah Hati
Editor
Nunuy nurhayatiTNR
Minggu, 8 Maret 2015 17:59 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Hall D2 Jakarta International Expo Kemayoran, Jakarta Pusat, tempat panggung utama Java Jazz Festival 2015 didirikan, penuh sesak dengan penonton. Nyaris seluruh kursi penuh. Banyak penonton yang rela berdiri berdesak-desakan, demi menyaksikan langsung penampilan Chris Botti, di hari kedua festival, Sabtu, 7 Maret 2015.
Di tengah pertunjukkan, tiba-tiba terdengar teriakan dari bangku penonton bagian depan. Penonton di bangku belakang yang tak melihat kejadian itu pun sibuk memanjangkan leher, menerka-nerka apa yang terjadi di depan. Ternyata, Chris Botti turun dari panggung, dan berdiri di depan bangku penonton.
Tak menyia-nyiakan kesempatan, beberapa penonton kemudian mencoba berfoto selfie bersama peniup terompet peraih penghargaan Grammy ini. Setelah meladeni beberapa kali jepretan, Botti kemudian kembali meniup terompetnya, kali ini tanpa jarak dengan para penonton.
Performa Botti kemarin malam membuktikan ia layak tampil di panggung utama Java Jazz. Botti bukan cuma memiliki kemampuan mengeksekusi nada-nada tinggi dan panjang dengan mulus, atau memainkan tuts terompet yang rumit dengan kecepatan tinggi.
Ia juga memperlihatkan kesolidannya dengan para anggota bandnya, yang membuahkan tepuk tangan panjang dari penonton. “Terima kasih Indonesia atas sambutannya yang sungguh luar biasa, ini sangat berarti bagi saya dan juga para anggota band,” ujarnya.
Ketimbang mengejar ego dan membuat pertunjukkannya menjadi ‘one man show’, musikus Amerika keturunan Italia itu memperlihatkan apiknya persenyawaan antar pemain instrumen. Dalam lagu When I Fall in Love yang dipopulerkan oleh Nat King Cole misalnya. Di awal Botti dan bandnya memberikan suasana romantis, namun di bagian tengah mereka mengubahnya menjadi lebih bertenaga.
Berkali-kali, Botti juga meminta lampu sorot beralih dari dirinya, demi mempertontonkan keahlian masing-masing personel bandnya. Botti memang membawa ‘pasukan’ dengan kemampuan mumpuni. Caroline Campbell pada biola, juga penyanyi Sae Smith, serta penyanyi klasik yang menemaninya membawakan Con Te Partiro, George Komsky.
Drummer Lee Pearson diberikan kesempatan cukup panjang di penghujung pertunjukkan untuk beraksi. Pearson menjawab kesempatan ini dengan memberikan permainan yang ‘gila’, mulai menggebuk drum dengan satu tangan, menabuhnya dengan tangan kosong, sampai menabuh drum dengan wajah ditutupi handuk.
RATNANING ASIH