Hampir semua lirik album yang berisi 20 lagu itu menggambarkan perempuan yang mengalami beragam bentuk kekerasan. Satu di antaranya bercerita mengenai perempuan buruh migran yang menderita akibat kemiskinan. Ini tergambar pada lagu berjudul Mae yang liriknya dibuat Ramses Surobuldog.
Mae semakin terhimpit karena menjadi korban perdagangan perempuan. Petikan lagunya: Lalu Mae jadi Te Ka We. Jadi buruh di negeri jauh. Si tuan mengoyak kehormatan. Mae pulang dalam kantong mayat.
Ada pula lagu berjudul Tot Namanya yang liriknya diciptakan Roni Sukma. Lagu ini menggambarkan seorang perempuan yang menjadi korban perkosaan. Lagu berjudul Ibu terdengar puitis mengisahkan peran seorang ibu.
Pemusik yang tampil malam itu berasal dari berbagai latar belakang. Di antaranya adalah aktivis, mahasiswa, pemain teater, dan musikus. Penulis lirik lagu juga beragam, sebagian merupakan peneliti dari Universitas Gadjah Mada dan penggerak komunitas teater.
Ahmad Jalidu, musikus dan anggota forum pencipta lagu muda Yogyakarta mengatakan album lagu yang diluncurkan itu tidak dikomersilkan. Ia berharap lewat lagu itu, perempuan semakin berani melawan segala bentuk kekerasan dan penindasan fisik maupun non-fisik demi keadilan. “Masyarakat bisa mengakses lagu setelah lagu itu diunggah dalam YouTube,” kata dia.
SHINTA MAHARANI
Berita lain:
Pengusaha dan Pejabat Ini Sambut Jokowi di Beijing
Di APEC, Jokowi Promosi Visi Maritim Indonesia
Guru Ngaji Ini Sodomi 27 Murid SD di Tasikmalaya