Film Timbuktu dan Suriah Guncang Cannes  

Reporter

Minggu, 18 Mei 2014 04:17 WIB

Para pengunjung menunggu untuk dapat masuk ke lokasi festival film Cannes di Perancis (15/5). Festival ini berlangsung hingga 26 Mei mendatang. REUTERS/Eric Gaillard

TEMPO.CO, Jakarta - Dua film tentang kawasan muslim yang sedang bergolak mengejutkan Festival Cannes 2014. Tepuk tangan membahana usai pemutaran film Timbuktu karya Abderrahmane Sissako di kategori kompetisi dan Silvered Water: Syria Self Portrait karya Ossama Muhammad dan Wiam Simav Bedirxan di kategori Non-Kompetisi.

Film Timbuktu mengupas kehancuran tata sosial masyarakat tradisional berperadaban ribuan tahun akibat berkuasanya kelompok fundamentalis di kawasan Timbuktu, Mali.

Sutradaranya, Abderrahmane Sissako, merupakan salah satu sineas Afrika paling dikenal. Ia boleh dikatakan "langganan" Cannes. Timbuktu diputar di kategori Kompetisi dan akan turut memperebutkan Palem Emas.

Adapun film Silvered Water: Syria, Self Portrait memaparkan hancur leburnya Suriah yang dilanda perang saudara saat ini. Disutradarai oleh dua sohib, sineas Arab Ossama Muhammad dan perempuan Kurdi Wiam Simav Bedirxan, film ini diputar di Non-Kompetisi.

Kata potret diri Suriah di judul dengan tepat menggambarkan pendekatan film itu, yang di satu sisi dengan gamblang menampilkan wajah Suriah komtemporer yang diambil kaum amatir dan menayangkannya di situs YouTube.

Di sisi lain, Ossama Muhammad dan Simav Bedirxan menempatkan diri mereka sendiri dalam konteks dan kenyataan Suriah--sebagai warga yang tak berdaya.

Bermula dari semacam perasaan bersalah karena meninggalkan Suriah dan bermukim di Prancis, Ossama Muhammad menjelajahi Internet untuk menyelusuri keadaan negerinya dari waktu ke waktu. Ia menyimak setiap footage tentang Suriah di YouTube hingga suatu ketika dia bertemu Wiam Simav di dunia percakapan maya, di ruang chating Internet.

Simav adalah seorang perempuan Kurdi 35 tahun yang tinggal di Homs, Suriah. Mereka bercakap tentang ketidakberdayaan sebagai warga sipil di hadapan situasi yang begitu rumit. Mereka lalu bersepakat untuk membuat film ini.

Film yang menurut Ossama di awal film, 1001, tentu mengacu pada angka simbolik, sebagaimana kisah seribu satu malam.

Film mengalir sebagai montase dari berbagai footage di YouTube. Footage selalu tentang kekejaman dan kehancuran. Footage tentang seorang pemuda yang ditangkap tentara dan ditelanjangi, dianiaya, disiksa, diharuskan menciumi sepatu dan menyembah foto Bashar al Assad, menjadi semacam poros.

Ossama selalu kembali kepada footage itu, membawanya dalam perjalanan di metro-metro di Paris, menempatkan dirinya sebagai anak itu.

Di Homs, Simav membuat footages sendiri, anak-anak sekitar, manusia sekeliling, puing kota dan ia menemukan dirinya juga ditindas oleh para pemberontak, khususnya pemberontak radikal Islam, sehubungan sosok Simav yang tak berjilbab.

Sebuah potret diri tentang Suriah yang tetap mengguncang, betapa pun setiap kali kita dipasok berbagai cerita dari negeri yang sedang menghancurkan dirinya itu.

Sekitar 1000 kilometer dari Suriah, di Timbuktu, Mali, kaum radikal Islam menguasai kawasan. Mereka menerapkan syariah secara brutal. Musik, film, rokok, dilarang. Juga warna-warna cerah. Perempuan harus membungkus sekujur tubuhnya dalam warna gelap.

Sutradara Abderrahmane Sissako membuat sejumlah sketsa kecil. Perempuan penjual ikan yang mendebat polisi syariah yang merazia karena tak bersarung tangan. Polisi syariah yang mencari dari mana datangnya suara musik untuk menangkap pelakunya, tapi ternyata mereka sedang melagukan pujian terhadap rasul dan Allah. (Baca : Film Sang Kiai Diputar di Festival Cannes)

Gadis dan pemuda yang dirajam karena dituduh melanggar susila. Perempuan muda yang ditangkap karena bertelepon dengan seorang pemuda. Imam kampung yang berusaha menyadarkan imam asing pembawa kekerasan agama, gadis yang dicambuk karena menyanyi.

Dan pasangan suami istri Kidane dan Satima, bersama anak perempuan mereka, Toya, yang hidup terkucil sebagai Beduin dalam tenda di padang pasir. Mereka toh tak bisa menghindar dari kekerasan agama yang membabi buta.

Abderrahmane Sissako, sutradara muslim Mauritius, mungkin berusaha bersikap adil menyajikan sisi politik (politically correct). Namun, Timbuktu tetap saja mengguncangkan. Betapa pandangan buta terhadap agama bisa membawa manusia pada suatu jalan buntu seperti itu.

Tak pelak, Tîmbuktu karya Abderrahmane Sissako dan Silvering Waters: Syria Self Portrait membuat publik Cannes 2014 merenung.

GING GINANJAR (CANNES)





Berita Terpopuler
Jerry Wong Banjir Ucapan Duka dari Selebritas
Meriah, Grand Final Indonesian Idol 2014

Duet Nowela-Judika Menuai Pujian Juri

Yang Besar dan Kecil dalam Singapore Art Museum






Berita terkait

Anak Barack Obama, Malia Obama Debut Sutradara Film Pendek

22 Januari 2024

Anak Barack Obama, Malia Obama Debut Sutradara Film Pendek

Anak Barack Obama, Malia Obama hadir dalam festival ini sebagai sutradara dari film pendek The Heart

Baca Selengkapnya

Emma Stone Menerima Penghargaan Palm Springs, Simak Asal-usul Acara Itu

7 Januari 2024

Emma Stone Menerima Penghargaan Palm Springs, Simak Asal-usul Acara Itu

Emma Stone, pemenang Desert Palm Achievement Award - Aktris untuk Poor Things dalam Penghargaan Festival Film Internasional Palm Springs ke-35

Baca Selengkapnya

Film Satir Bertema Konflik India dan Pakistan Buka Jogja-Netpac Asian Film Festival 2023

26 November 2023

Film Satir Bertema Konflik India dan Pakistan Buka Jogja-Netpac Asian Film Festival 2023

Jogja-Netpac Asian Film Festival kali ini mengambil tema Luminescene yang berarti pijaran.

Baca Selengkapnya

Jakarta Film Week 2023 Resmi Dibuka dengan Film Budi Pekerti

26 Oktober 2023

Jakarta Film Week 2023 Resmi Dibuka dengan Film Budi Pekerti

Jakarta Film Week 2023 dihelat pada 25 sampai 29 Oktober 2023 dengan memutarkan total 103 film dari 44 negara.

Baca Selengkapnya

90 Film dari 54 Negara akan Ditayangkan di Jakarta World Cinema Week Bulan Depan

22 Oktober 2023

90 Film dari 54 Negara akan Ditayangkan di Jakarta World Cinema Week Bulan Depan

Garin Nugroho menyatakan, Jakarta World Cinema Week mampu menghadirkan sebuah festival film internasional dengan jenis lebih beragam.

Baca Selengkapnya

Science Film Festival ke-14 Dibuka, Goethe-Institute: Sains Bisa Menyenangkan

21 Oktober 2023

Science Film Festival ke-14 Dibuka, Goethe-Institute: Sains Bisa Menyenangkan

Festival film Goethe-Institut ini merupakan perayaan komunikasi sains di Asia Tenggara dan Selatan, Afrika, serta Timur Tengah.

Baca Selengkapnya

Believer 2: Lanjutan Upaya Detektif Won Ho dalam Believer

8 Oktober 2023

Believer 2: Lanjutan Upaya Detektif Won Ho dalam Believer

Aktris Korea Selatan, Han Hyo Joo akan tampil dalam Believer 2 sebagai antagonis, Big Knife

Baca Selengkapnya

Mengenal Busan International Film Festival yang Berlangsung sampai 13 Oktober 2023

6 Oktober 2023

Mengenal Busan International Film Festival yang Berlangsung sampai 13 Oktober 2023

Busan International Film Festival telah dibuka pada 4 Oktober 2023. Acara itu berlangsung sampai 13 Oktober.

Baca Selengkapnya

Deretan 16 Film Indonesia yang Ikut Festival Film Busan

5 Oktober 2023

Deretan 16 Film Indonesia yang Ikut Festival Film Busan

Berikut adalah daftar film Indonesia yang ikut serta dalam Busan International Film Festival, Korea Selatan yang berlangsung 4-13 Oktober 2023.

Baca Selengkapnya

Serba-serbi Jakarta Film Week 2023, Digelar di Beberapa Lokasi dan Diikuti 57 Negara

1 Oktober 2023

Serba-serbi Jakarta Film Week 2023, Digelar di Beberapa Lokasi dan Diikuti 57 Negara

Dimeriahkan sineas lokal dan internasional, Jakarta Film Week 2023 akan hadir di beberapa tempat di Jakarta untuk majukan perekonomian.

Baca Selengkapnya