TEMPO.CO, Bandung-Rencana renovasi Gedung Kesenian Rumentang Siang, Bandung, oleh pemerintah provinsi Jawa Barat, membuat pengelola gedung terancam menganggur dan tak berpenghasilan selama 6 bulan. Pengelola yang berjumlah 11 orang itu bukanlah pegawai negeri atau kontrak, melainkan para seniman.
Sejak 2006-2007 lalu, mereka yang sudah tak diberi honor kerja oleh pemerintah daerah, hidup dari penyewaan gedung untuk acara seni dan budaya.Ketua pengelola Gedung Kesenian Rumentang Siang, Bandung, Tjetje Raksa Muhammad mengatakan, renovasi gedung itu semula direncanakan bulan ini. Namun jadwalnya diundur karena ada sanggahan dalam proses lelang pengerjaan.
"Sekarang gedung sudah tidak bisa dipakai, peralatan gedung juga sudah kami bereskan untuk dipugar," kata Tjetje saat ditemui Tempo di Gedung Kesenian Rumentang Siang, Bandung, Rabu, 22 Mei 2013.
Dia berharap, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan turun tangan mengatasi masalah 11 orang pengelola gedung kesenian milik pemerintah provinsi Jawa Barat itu yang terancam menganggur.
Selama 6-7 tahun ini, para pengelola mencari gaji sendiri lewat penyewaan tempat untuk acara seni dan budaya di gedung milik pemerintah provinsi Jawa Barat tersebut.
Rencana renovasi otomatis akan menghapus penghasilan per bulan yang berkisar Rp 500 ribu hingga Rp 1,2 juta per orang. "Kami bertahan selama ini agar seni dan budaya di Bandung tetap hidup," ujar Tjetje, 68 tahun, yang juga awak kelompok Studi Klub Teater Bandung itu.
Penghasilan tambahan anak buahnya yang sebagian besar seniman, seperti penyair, pemain teater, dan kru panggung, itu berasal dari kerja di tempat lain, semisal kelompok teater yang akan berpentas.
Kondisi ini mengundang keprihatinan puluhan seniman dan budayawan di Bandung, seperti Herry Dim, Mohamad Sunjaya, dan Jacob Soemardjo. Mereka berkumpul di Gedung Kesenian Rumentang Siang, Rabu, 22 Mei 2013, untuk membahas masalah pengelolaan gedung dan mencari jalan keluar atas nasib 11 orang pengelolanya.
Setelah berdiskusi hampir dua jam, kelompok itu akan membentuk tim kecil dan menemui Gubernur Jawa Barat segera. "Dulu sangat jelas siapa penanggung jawab dan biayanya ketika dijabat Gubernur Solihin GP," kata aktor gaek Mohamad Sunjaya.
Salah seorang staf ahli Gubernur Jawa Barat, Dede Mariana mengatakan, jalan keluar jangka pendeknya, pengelola gedung bisa disertakan sebagai pekerja dalam renovasi gedung sehingga tetap mendapat penghasilan bulanan. Adapun status pengelolaan gedung dan pengelolanya bisa diusulkan sebagai Badan Layanan Umum (BLU).
Dengan berstatus BLU, kata Dede, Gedung Kesenian Rumentang Siang bisa tetap mendapat dana dari APBD dan mencari penghasilan sendiri. Jika usulan ini diterima Gubernur dan Biro Organisasi pemerintah provinsi Jawa Barat, status ini bisa jadi yang pertama dan bisa diterapkan ke gedung kesenian lain agar tak terbengkalai.
Gedung Kesenian Rumentang Siang didirikan 1975. Lokasinya bersebelahan dengan Pasar Kosambi. Gedungnya bangunan lama era 1930-an yang sebelumnya dipakai sebagai bioskop Rivoli.
Awalnya, penanggung jawab gedung dan pemberi biaya operasional yaitu Gubernur Jawa Barat dan Walikotamadya Bandung. Mulai 2003, pendanaan diberikan lewat Dinas Pariwisata dan Budaya Jawa Barat hingga 2006, dan dari pemerintah Kota Bandung sampai 2007. Setelah itu, pengelola gedung tidak lagi mendapatkan kucuran dana.
ANWAR SISWADI