Sting bersama seorang kepala suku Amazon, tahun 1990. buffalopost.net
TEMPO.CO, Jakarta - Sebagai penyanyi kondang, Sting tidak hanya melagukan syair cinta semata. Ia malah aktif menyuarakan isu sosial, politik, lingkungan, dan hak asasi manusia. Misalnya saja lagu They Dance Alone (Cueca Solo) yang mengkritik kediktatoran Jenderal Augusto Pinochet di Cile.
Sting juga menulis lirik Fragile. Lagu ini dipersembahkan untuk Ben Lindler, seorang insinyur sipil Amerika yang dibunuh Contras (kelompok penentang pemerintahan Sandinista) ketika tengah bekerja di proyek hidrolik di Nikaragua.
Minat Sting akan lingkungan smuncul usai konser di Rio de Janeiro, Brasil, pada 1987. Waktu itu, ia diajak sahabatnya menembus hutan Amazon. Di sana, Sting bertemu sejumlah kepala suku Indian di Taman Nasional Xingu.
Raoni, seorang kepala suku, berpesan agar Sting ikut membantu menjaga hutan. Tujuannya agar bumi tak jadi mati. “Lalu sang musikus merencanakan konser “Hari Dunia Keempat” untuk berkisah tentang penderitaan Indian dan mencari dana buat mereka,” tulis Majalah Tempo edisi 10-16 Desember 2012.
Pada 1986, Sting berhasil mengumpulkan US$ 2 juta, setara dengan Rp 19 miliar, buat Amnesty International. Dia juga ambil bagian dalam konser bersama Live Aid, yang dimotori Bob Geldof, untuk bencana kelaparan Ethiopia.
Pada 2011, Sting membatalkan konsernya di Kazakstan, berdasarkan rekomendasi Amnesty International. Pembatalan itu untuk memprotes penindasan para pekerja minyak di negara Kazakstan. "Para pekerja minyak dan gas serta keluarga mereka memerlukan dukungan kami,” kata Sting dalam situs resminya waktu itu.
Dia juga dikabarkan menyetujui permintaan sejumlah pegiat lingkungan di Filipina agar memindahkan lokasi konsernya di SM Mall of Asia Arena, Manila, pada 9 Desember 2012. Melalui petisinya, pegiat lingkungan itu menolak karena SM Mall dimiliki seorang konglomerat yang merencanakan akan menebang ratusan pohon demi memperluas mal dan lahan parkir.