Kemeriahan Ngayogjazz 2012 dalam Ancaman Hujan
Editor
Sunu Dyantoro
Minggu, 18 November 2012 18:12 WIB
TEMPO.CO, Yogyakarta- Tanah di Desa Brayut Kecamatan Pandowoharjo, Sleman masih basah. Hujan baru saja reda, saat Jemek Supardi mulai menampilkan performance art di panggung Keprak. Tangannya bergerak mengikuti irama saksofon yang ditiup oleh seorang musisi di sampingnya. Di bawah rimbun pohon bambu, tepat di belakang kandang ayam milik keluarga Mbah Sami (70 tahun), olah gerak tubuh seniman pantomim asal Yogyakarta itu menandai dibukanya Ngayogjazz 2012, Ahad 18 November 2012 sore.
“(Acara ini) ikut nguri-nguri budaya Jawa,” kata Wakil Bupati Sleman Yuni Satia Rahayu, sesaat sebelum Jemek memulai aksinya. Ia berharap pesta jazz tahunan yang digelar tiap tahun di Yogyakarta kali ini tak terganggu oleh urusan hujan.
Ya, lantaran hujan yang mengguyur lereng Merapi dan sekitarnya, proses pembukaan Ngayogjazz 2012 sempat tertunda beberapa jam. Pembukaan yang semula dijadwalkan berlangsung pukul 13.00 WIB di panggung itu, molor hingga pukul 14.50 WIB. “Semoga sebelumnya saja hujannya,” katanya.
Harapannya seolah terkabul. Meski mendung masih bergelayut di langit, hujan tak lagi turun. Dan berikutnya, pementasan pertama diisi oleh Sound of Hanamangke. Grup musik asal Bandung yang diawaki Bintang Manira Manik (drum dan perkusi), Yudi Taruma Di Swara (kecapi dan vokal), Wawan Kurniawan (kendang, tarawang, dan deejureeju), Daeng Rendy (gitar), dan Lutfi Aditya (bass) itu mewarnai pementasan mereka dengan musik yang unik. Kolaborasi jazz, pop, dan blues dengan sentuhan musik etnik, Pasundan.
Sedikitnya 30 kelompok pemusik jazz terdaftar sebagai peserta Ngayogjazz 2012. Selain Sound of Hanamangke, sejumlah kelompok lain di antaranya adalah komunitas jazz Jogja (di antaranya Chicken Jiezz, Berempat, dan Proyek President), Purwokerto (Mahamuni dan Papa Richards and The Honkytonkman), Solo (Andanawarih dan Streamline Quartet), hingga Semarang (Jazz Ngisor Ringin yang terdiri dari Delight, The Interview, dan Aljabar).
Sejumlah pemusik jazz lain juga meramaikan pesta jazz yang digagas sejak 2006 silam. Di antaranya Esqi:Ef, Benny Likumahuwa, Barry Likumahuwa Project, Idang Rasjidi, Irianti Erningpraja, dan Erik Shondy.
Koordinator Ngayogjazz Djaduk Ferianto mengatakan setelah sekian tahun rutin digelar saban tahun, Ngayogjazz tahun ini adalah kesempatan menuai hasil. Musik jazz kini mulai memiliki tempat di hati masyarakat. Banyak pemusik jazz yang dulunya tak banyak dikenal di belantika dapur rekaman, kini mulai membuat album sendiri.
Tak berlebihan kiranya, jika Ngayogjazz kali ini memilih tema “Dengan Ngejazz Kita Tingkatkan Swasembada Jazz”, sebuah plesetan dari jargon yang kerap kali digunakan pemerintah. Salah satu kelompok jazz bahkan meluncurkan album baru mereka dalam event ini, yakni Komunitas Jazz Jogja. “Tahun kemarin adalah menanam, sekarang waktunya panen,” katanya, dalam jumpa pers, Selasa lalu.
Untuk mendukung pementasan puluhan pemusik dan kelompok jazz, panitia menyediakan enam panggung terpisah. Selain Keprak, lima panggung lain adalah Luku, Caping, Pacul, Lesung, dan Ani-Ani. Semuanya berada di pekarangan dan halaman milik warga desa.
Ribuan penonton terus berdatangan ke desa ini, sejak acara itu dibuka sore hari. Selain mengerumuni panggung-panggung pementasan, mereka juga berjalan-jalan untuk sekadar menikmati pemandangan kampung atau mampir ke warung dadakan milik warga. Keramaian itu sejenak buyar, saat hujan deras kembali turun menjelang Magrib.
ANANG ZAKARIA