Karena tema acaranya bebas, bermacam-macam pertanyaan, dan keluhan disampaikan oleh warga. Mulai dari penggusuran, banjir, sertifikasi tanah, hingga soal saluran air yang mampat. "Masukan dan kritik warga jadi perbaikan kerja saya," kata Risma kepada Tempo, di ruang kerjanya, Rabu (8/12) pagi tadi.
Soal jawab menjawab tentang pelayanan masyarakat, apalagi soal tata kota, bukan hal sulit bagi Risma. Maklum, sebelum terpilih sebagai orang nomor satu di Kota Surabaya, Risma pernah menjabat Kepala Dinas Pertamanan dan Kepala Badan Perencanaan Kota Surabaya.
Namun, selain masalah perkotaan, pernah seorang pendengar lelaki yang berkeluh kesah persoalan pribadinya, dan ingin berhutang sebesar Rp. 8 juta. "Mereka anggap saya banyak duitnya," kata Risma tergelak.
Berbagai caci maki dan cercaan juga kerap diterima Risma. Tak jarang banyak penelepon yang pesimis atas kerja Wali Kota. "Itu resiko saya," kata alumni Institut Tekonologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya ini.
Namun, betapapun pedasnya kritikan warga, Risma tak merasa tersinggung karena dia berprinsip bahwa "suara rakyat adalah suara Tuhan". Karena itu apa pun kata warga, - baik pujian atau cercaan, harus diterimanya dengan lapang. “Selama ada waktu, saya akan tetap siaran,” kata wali kota yang diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.
DINI MAWUNTYAS