TEMPO Interaktif, Jakarta: Susanne Linke, koreografer kenamaan Jerman, bermain-main dengan bak mandi. Sebuah nomor solo yang pendek, kuat, dan membekas.
Susanne Linke tampil seorang diri pada Sabtu malam lalu di Gedung Kesenian Jakarta. Salah satu ikon tari kontemporer Jerman itu menampilkan sebuah tari tunggal yang menyajikan pergumulannya dengan sebuah bak mandi. Usianya tak lagi muda. Ia berumur 55 tahun. Raut mukanya tampak mulai keriput.
Perempuan jangkung itu mulanya beranjak dari toilet melangkah ke arah bathtub. Handuk kecil oranye yang ditentengnya jatuh. Musik Erik Satie, Gymnopedie, muncul. Selanjutnya, ia seolah tak menyisakan napas penonton.
Ia mengitari bathtub itu. Membersihkan, mengelap pinggir bak. Ia tiba-tiba seperti tersungkur dan duduk menyandar di badan bak. Kakinya diangkat ke atas, diayun-ayunkan. Yang muncul bukan erotisme, melainkan sebuah femininitas yang membaurkan nuansa kerapuhan dan rasa takut.
Linke selanjutnya mengeksplorasi bathtub itu. Interaksi badannya dengan bak menghasilkan visualisasi yang pas dan indah. Pertunjukan ini hanya 15 menit, tapi padat dan membekas. Tidak ada gerak Linke yang berlebihan atau tak perlu. Semuanya serupa komposisi lukisan. Lihatlah bagaimana Linke menduduki ujung bak, membuat bak mendadak terangkat miring ke atas. Ini sebuah pelajaran bagi koreografer kita.
Materi bathtub beberapa kali digunakan dalam pertunjukan penari kita, bahkan ada yang diisi air. Namun, interaksi penari dengan bathtub terlalu improvisatoris, terkadang mencari-cari, sedangkan Linke tampak penuh dengan perhitungan-perhitungan. Kualitas geraknya sangat terjaga.
"Susanne Linke sangat tahu bagian anatomi tubuh," kata Andara F. Moeis, penari dari Institut Kesenian Jakarta, yang bersama penari-penari solo Boby Ari Setiawan, Fitri Setyaningsih, dan lain-lain, mengikuti workshop Susanne Linke selama tiga hari di Goethe.
Menurut penari yang akrab dipanggil Anggi ini, Linke mengajarkan dalam tubuh manusia ada empat mata. Di bawah perut, punggung, kening, dan ubun-ubun. "Linke menekankan energi dari belakang penting sekali," kata Anggi.
Tak mengherankan bila kita lihat pertunjukan Linke komposisinya seperti tiga dimensi. Ketika ia membelakangi penonton, menyampingi penonton saat mencelupkan kaki ke bathtub, atau memasukkan badan ke bathtub, atau ketika ia memutari bathtub, semua enak secara visual.
Terakhir, bak mandi itu seperti terangkat. Sisi dalamnya tegak menghadap ke depan, menghadap penonton. Susanne Linke lalu meringkuk di dalamnya dan penonton melihat visualisasi seperti sosok bayi dalam kandungan.
Im Bade Wanne (Bath Tubbing) itu adalah karya lama Linke. Komposisi itu diciptakan pada 1980, saat ia masih berumur 36 tahun.
Selanjutnya, malam itu disuguhkan karyanya yang berjudul Flut (banjir), ditarikan solo oleh Urs Dietrich selama 18 menit. Dietrich mengeksplorasi gulungan kain. Gulungan kain itu tiba-tiba terhampar, bagai air yang meruah. Bagian menarik adalah saat Dietrich menatap kain itu ditarik kembali ke dalam, lenyap, seolah air menyusut.
Wandlung (Transfigurasi) lalu ditarikan tunggal oleh Mareike Franz. Sorot hijau pudar yang lembut menyinari tubuh Mareike. Mareike menari hanya mengikuti garis lurus cahaya yang menyorot dari samping kiri ke kanan panggung. Musik rekaman Gabriel Faure mengisi tidak sedari awal, tetapi tiba-tiba berbunyi di tengah pertunjukan dan langsung membuat tari mendapat kekuatan.
Susanne Linke kembali tampil tunggal dalam karya berjudul Kaikou Yin. Ia menari selama 11 menit, tanpa obyek apa-apa. Ia mengesot di lantai dan merayap seolah makhluk melata. Namun, dibanding nomor pertamanya, karya ini terasa kurang menggigit.
Karya 15 menit tentang bathtub itu memang demikian membekas.
SENO JOKO SUYONO