Kisah Alam dan Perempuan Minang

Reporter

Editor

Rabu, 25 Mei 2011 13:40 WIB

Pagelaran tari bertajuk PHASE oleh Tabusai Dance di Gedung Kesenian Jakarta, Sabtu(21/5).(TEMPO/Dwianto Wibowo)

TEMPO Interaktif, Jakarta - Tubuh lelaki itu terus menggeliat pada sebuah bidang. Sesekali, ia bergelayut hingga akhirnya kakinya menyentuh tanah. Tubuhnya terus bergerak, melangkah perlahan meninggalkan bidang itu. Dia pun bersimpuh, kepalanya menengadah ke atas, tertunduk, dan membenamkan mukanya ke tanah. Bidang itu terus bersuara krek... krek...krek.... Bagai mesin waktu yang terus bergerak, berputar dalam kehidupan. Sebuah harmoni gerak dan suara.

Itulah sepenggal pementasan tari kontemporer karya koreografer Jefri Andi Usman dan Tabusai Dance Company di Gedung Kesenian Jakarta, Sabtu malam, 21 Mei 2011. Lewat karya bertajuk Phase, yang terdiri atas dua babak (Tanah Merah dan Padusi), Jefri menampilkan perubahan peradaban, ketika manusia tak lagi menghargai alam, yang menjadi sumber kehidupan. Plus pergeseran peranan dan nilai wanita. "Menceritakan sebuah hubungan manusia dengan alam, juga manusia dengan manusia. Komplet antara tradisi, perempuan, dan modernitas," kata Jefri.

Hubungan manusia dengan alam digambarkan Jefri pada babak pertama, Tanah Merah. Alumnus Institut Kesenian Jakarta ini menampilkan salah satu babak kehidupan manusia, saat manusia mencoba mendekatkan diri dengan alam, menghargai alam, dan ikut merasakan sakitnya alam. Antara sadar dan tidak sadar, alam mulai menjauh dari kehidupannya. Bumi telah rusak. Tak ada air, tanah, dan udara yang bersih. Semua kotor akibat ulah buruk manusia.

Jefri menggambarkannya melalui tujuh pohon yang meranggas, tak ada dedaunan hijau yang menghiasinya. Hanya tersisa batang. Juga saat beberapa kali tubuhnya terpelanting, yang menggambarkan sakitnya alam akibat ulah manusia.

Tak hanya itu, pergeseran tradisi juga telah membuat manusia mulai melupakan ritus ritual. Sebuah upacara yang menghubungkan manusia dengan segala kekuatan yang tak terbatas yang bisa menyatukan dengan alam. Upacara terhadap angin, air, api, dan tanah. Panggung pun berubah menjadi merah. Seolah menggambarkan tanah berubah menjadi merah berlumur darah. "Inilah yang terjadi sekarang. Akibat modernitas, manusia sering melupakan ritus ritual," ujar Jefri.

Advertising
Advertising

Berbeda dengan babak pertama, yang lebih mengedepankan penyatuan antara jiwa dan energi sang koreografer terhadap alam, pada babak kedua teknik gerak tari lebih terlihat. Gerakan-gerakan yang lebih energetik, yang sering terlihat pada tarian Minang, yang menjadi konsep dasar pementasannya, lebih kental. Mulai dari musik tradisi Minang, kain perca khas Minang yang biasa menghiasi pesta, hingga wanita dengan busana adat Minang menjadi sajian berbeda pada babak kedua, yang bertajuk Padusi. Dalam bahasa Minang, padusi berarti perempuan.

Pergeseran nilai feminisme di ranah Minang akibat perubahan zaman dan modernitas menjadi inti pementasan yang pernah dimainkan pria kelahiran Padang, Sumatera Barat, 39 tahun lalu, ini. Seorang wanita berbusana merah khas Minang mengenakan sunting di rambutnya, yang satu per satu dilepas dan dilempar ke arah kain perca. Saat wanita itu menyembur kain dengan air minuman kaleng dari mulutnya, hal itu menggambarkan pemberontakan kaum Hawa di Minang.

Demikian juga saat privasi kaum perempuan yang sudah mulai bercampur dengan kaum Adam, Jefri melukiskannya dengan permainan lighting. Bias cahaya yang semula terdiri atas kotak, satu menerangi wanita dan satu menerangi pria, akhirnya melebur menjadi satu dan membawa kedua penari, yakni Davit dan Maria Bernadeth, berada dalam satu cahaya. "Cahaya yang terkotak-kotak itu simbol dari ruang privasi antara wanita dan pria, yang akhirnya harus bersatu saat menjalin sebuah hubungan suami-istri," Jefri menjelaskan.

Penampilan babak kedua terlihat lebih energetik. Selama satu jam, Jefri menampilkan pementasan yang menggambarkan perjalanan dari satu fase ke fase berikutnya, saat manusia tak lagi menghargai alam serta meninggalkan tradisi karena tuntutan dan tergerus modernitas.

SURYANI IKA SARI

Berita terkait

Hari Tari Sedunia, Bandung Menari 18 Jam

29 April 2018

Hari Tari Sedunia, Bandung Menari 18 Jam

Seniman dan penggiat tari di Jawa Barat merayakan Hari Tari Sedunia di Bandung.

Baca Selengkapnya

Tari Sonteng dari Jawa Barat Pikat Diplomat di Ekuador

28 Oktober 2017

Tari Sonteng dari Jawa Barat Pikat Diplomat di Ekuador

Tari Sonteng dari Jawa Barat memikat hati para diplomat Ekuador yang tergabung dalam Asosiasi Pasangan Diplomat Ekuador.

Baca Selengkapnya

Tari Cry Jailolo yang Mendunia Dipentaskan di SIPA 2017 Malam Ini

7 September 2017

Tari Cry Jailolo yang Mendunia Dipentaskan di SIPA 2017 Malam Ini

Eko Supriyanto akan mementaskan tari Cry Jailolo pada pembukaan pagelaran Solo International Performing Art (SIPA) di Benteng Vastenburg, Surakarta.

Baca Selengkapnya

Nanti Malam, Lima Komunitas Tari Beraksi di JDMU#2

30 Agustus 2017

Nanti Malam, Lima Komunitas Tari Beraksi di JDMU#2

Dance Meet Up (JDMU) #2 merupakan ajang pertemuan para komunitas tari dari berbagai genre di Jakarta.

Baca Selengkapnya

Penari Balet Marlupi Dance Academy Raih 7 Medali di Hong Kong

25 Agustus 2017

Penari Balet Marlupi Dance Academy Raih 7 Medali di Hong Kong

Penari balet Marlupi Dance Academy (MDA) berhasil meraih 7 medali di dalam ajang Asian Grand Pix 2017 yang diselenggarakan di Hong Kong.

Baca Selengkapnya

Gala Balet Tampilkan Kolaborasi Penari Difabel  

11 Juli 2017

Gala Balet Tampilkan Kolaborasi Penari Difabel  

Gala Balet akan menampilkan kolaborasi penari difabel dari Australia, Prancis, Korea Selatan dan Italia.

Baca Selengkapnya

Penari Prancis dan Indonesia Berkolaborasi Pentaskan Sadako

16 Mei 2017

Penari Prancis dan Indonesia Berkolaborasi Pentaskan Sadako

Berbeda dari kebanyakan anak-anak lain yang terkena paparan bom atom, Sadako bertahan hidup bahkan layaknya manusia normal.

Baca Selengkapnya

Hari Tari Sedunia di Solo Dimeriahkan Ribuan Seniman  

25 April 2017

Hari Tari Sedunia di Solo Dimeriahkan Ribuan Seniman  

Ribuan seniman akan menari bergantian selama sehari semalam untuk memperingati Hari Tari Sedunia di Institut Seni Indonesia (ISI) Solo, 29 April 2017.

Baca Selengkapnya

Pentas Arka Suta, Perayaan 41 Tahun Padnecwara

9 Maret 2017

Pentas Arka Suta, Perayaan 41 Tahun Padnecwara

Jelang pementasan digelar pula pameran foto dan properti

pementasan tari yang lalu

Baca Selengkapnya

Indonesia Pentaskan Tari  

12 Januari 2017

Indonesia Pentaskan Tari  

EKI akan mementaskan dua karya tari di India.

Baca Selengkapnya