Menziarahi Kearifan Gus Dur  

Reporter

Editor

Senin, 3 Januari 2011 09:49 WIB

Budayawan, Mohamad Sobari tampil dalam Pentas Peringatan Setahun Wafatnya Gus Dur di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Kamis (30/12). (TEMPO/Dwianto WIbowo)
TEMPO Interaktif, Jakarta - Rabu, 30 Desember 2009. Ia tergolek tak berdaya di ruang bangsal khusus Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Tuhan memanggilnya. Ratusan orang berkerumun riuh ingin menyaksikan dan mengantar jasadnya. Mereka berdesakkan di lorong-lorong sempit rumah sakit. Terasa sungguh penat.

Hari itu, bangsa ini telah kehilangan KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Pluralisme dan toleransi yang semula menjadi sesuatu yang hampir mustahil di era Orde Baru, ia munculkan saat Indonesia dipimpinnya.Gus Dur berada di garis depan.

Sejumlah seniman, budayawan, dan intelektual mengenang Gus Dur di Gedung Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Kamis malam tahun lalu, dalam sebuah acara bertajuk Setahun Gus Dur Kita. Acara itu berangkat dari keprihatinan dan kerinduan atas pemikiran-pemikiran tokoh besar ini.

Advertising
Advertising

Malam itu, sketsa-sketsa pertunjukan ditampilkan. Seniman Butet Kertaredjasa misalnya. Raja monolog ini membawakan beberapa anekdot Gus Dur. Sebagian guyonan memang pernah dipublikasikan. Tetapi dengan gaya khas Butet, cerita menjadi berwarna lain.

Salah satu anekdot yang dibacakan adalah perbincangan Gus Dur dengan mantan Presiden Soeharto. Butet memperagakan mimik wajah dan logat dialog masing-masing tokoh. Ia memperagakan tokoh Gus Dur dengan berkali-kali menarik nafas singkat seperti ada ingus di hidung. Sangat khas Gus Dur. Dan Soeharto ia perankan dengan suara bas yang mestinya tak sulit bagi Butet memperagakannya.

Anekdot Gus Dur dengan presiden SBY juga tak luput. Ceritanya, Presiden SBY memaparkan beberapa keberhasilan yang telah ia capai. Gaya bicara SBY diperankan Butet dengan sangat khas. Ini saja sudah membikin penonton tertawa riuh. Tetapi dalam pembicaraan itu, Gus Dur menilai satu hal yang belum berhasil dilakukan SBY: mengurai macet Jakarta. Gus Dur, saat menjadi presiden dulu bisa melakukan ini. Alasannya, “Lha wong dulu setiap saya ke mana-mana selalu lancar. Sekarang, saya ke istana saja kena macet," ujar Gus Dur diperankan Butet.

Tak hanya itu, toleransi Gus Dur terhadap pemuka agama lain disinggung. Guyonan Gus Dur dengan seorang Romo saat perjamuan malam. Tersedia bermacam makanan termasuk babi. Sebagai perbincangan basa-basi, Romo menanyakan adakah yang lebih haram dibanding babi.

Dalam hukum Islam sebetulnya tak ada level haram, lebih haram atau paling haram. Ketidaktahuan Romo itu menjadi perbincangan yang menarik. Gus Dur bukan enggan, tetapi ia menjawab dengan guyonan. "Yang lebih haram dari babi adalah babi yang mengandung babi." Romo tersebut masih saja penasaran, adakah yang paling haram dibanding daging babi. Tak kehilangan akal, Gus Dur lalu menjawab. "Yang paling haram adalah babi yang sedang mengandung babi tetapi bapaknya ndak tau kalau ternyata suka babi." Pecah tawa penonton sangat riuh mendengar lelucon itu.

Lain halnya dengan Romo Franz Magnis Suseno. Ia mengemukakan testimoni atas kenangan dan kekagumannya terhadap Gus Dur. Misalnya, saat istana dipenuhi dengan kardus dan tali-tali ketika Gus Dur akan berkunjung melawat ke Cina. Rupanya ia memakai kardus itu untuk menempatkan barang-barang. Dan bukan koper yang digunakan.

Ada satu lelucon Gus Dur yang selalu diingat Romo Magnis, sampai-sampai Romo berpikir lelucon itu ada benarnya juga. Ceritanya, para pemuka agama berkumpul di pintu surga. Ditemui seorang malaikat penjaga, mereka bermaksud untuk masuk surga. Malaikat mempersilakan duduk dan diberikannya bertumpuk kertas untuk diisi. Tak lama kemudian, ada seorang yang kumal dan lusuh datang. Tanpa harus mengisi berkas-berkas itu, pintu surga dibuka dan orang itu serta merta masuk. Para pemuka agama ini protes. Malaikat menjawab, "Setiap kalian berkhutbah, banyak umatmu tertidur. Tapi dia, supir metromini Jakarta mampu membikin penumpangnya selalu berdoa."

Ya, guyonan-guyonan Gus Dur memang kadang memecah kebuntuan. Ia melihat problem dengan sangat sederhana. Budayawan Mohamad Sobari mengandaikannya sebagai Semar. Tokoh pewayangan dewa tetapi berujud rakyat jelata. Bersama Salim Bungsu dan Budi Ros dari Teater Koma, Sobari dengan wayang Semar yang dibawanya mencoba menggambarkan Gus Dur.

Kelompok musik etnik Cina, Hong Hoa, juga dihadirkan. Kita ingat Gus Durlah yang mulai membebaskan etnis Tionghoa dari segala keterbatasan gerak saat Rezim Orde Baru berkuasa. Selain itu, ada juga musik hadrah.

Boleh dibilang, rangkaian acara yang digelar malam itu telah membawa kita menziarahi kearifan-kearifan yang telah dilakukan Gus Dur. Bangsa ini seakan-akan semakin jauh mundur akan sikap pluralisme dan toleransi. Seperti yang ditulis Sobari dalam bukunya, Jejak Guru Bangsa, mengenang Gus Dur tak lain adalah upaya untuk terus berdialog dengan pemikiran-pemikirannya.

ISMI WAHID

Berita terkait

SMA Labschool Cibubur Selenggarakan Pentas Seni Cravier 2024 Usung Tema Peduli Lingkungan

42 hari lalu

SMA Labschool Cibubur Selenggarakan Pentas Seni Cravier 2024 Usung Tema Peduli Lingkungan

Acara tahunan SMA Labschool Cibubur akan mengusung tema lingkungan dalam kacamata anak muda di Cravier 2024.

Baca Selengkapnya

Butet Kartaredjasa Terintimidasi, Bagaimana Cara Mengurus Perizinan Pentas Seni?

7 Desember 2023

Butet Kartaredjasa Terintimidasi, Bagaimana Cara Mengurus Perizinan Pentas Seni?

Butet Kartaredjasa menyebut bahwa pementasan seninya diintervensi oleh pihak kepolisian karena larangan menampilkan satir politik.

Baca Selengkapnya

HNW Apresiasi Usulan Pementasan Seni Budaya jelang Tahun Politik 2024

28 Juli 2023

HNW Apresiasi Usulan Pementasan Seni Budaya jelang Tahun Politik 2024

Komunitas seni dan budaya, Sangkami mengusulkan pementasan seni dan budaya melibatkan para anggota MPR.

Baca Selengkapnya

Ada Monas Week Saat Libur Lebaran 2023, Pengelola Siapkan 4 Toilet Bus Tambahan

25 April 2023

Ada Monas Week Saat Libur Lebaran 2023, Pengelola Siapkan 4 Toilet Bus Tambahan

Rangkaian Monas Week menyuguhkan pertunjukan musik khas Idul Fitri serta Air Mancur Menari dan video mapping.

Baca Selengkapnya

4 Acara Imlek yang Populer di Indonesia, Selalu Menarik Minat Wisatawan

21 Januari 2023

4 Acara Imlek yang Populer di Indonesia, Selalu Menarik Minat Wisatawan

Acara-acara itu tak sekadar untuk membuat meriah Imlek, tapi memiliki makna di dalamnya.

Baca Selengkapnya

Libur Natal dan Tahun Baru, Ini Sederet Agenda Kesenian di Lereng Merapi

14 Desember 2022

Libur Natal dan Tahun Baru, Ini Sederet Agenda Kesenian di Lereng Merapi

Ada sejumlah agenda seni budaya yang akan kembali digelar di kawasan Kaliurang pada libur Natal dan Tahun Baru.

Baca Selengkapnya

Dua Tahun Vakum, Seniman Kabupaten Bekasi Ramaikan Lebaran Yatim

3 September 2022

Dua Tahun Vakum, Seniman Kabupaten Bekasi Ramaikan Lebaran Yatim

Gabungan seniman Kabupaten Bekasi kembali manggung untuk memeriahkan Lebaran Anak Yatim setelah dua tahun terhalang pandemi

Baca Selengkapnya

Siap-siap Disambut Tari Sri Kayun Saat Wisata ke Kulon Progo

23 Maret 2021

Siap-siap Disambut Tari Sri Kayun Saat Wisata ke Kulon Progo

Tari Sri Kayun dan fragmen Suroloyo Wrehaspati dibawakan oleh seniman Kulon Progo dan pegawai pemerintah daerah sebagai penari pendukung.

Baca Selengkapnya

Pertunjukan Daring: Gamelan, Bondres Bali, dan Nasib Pertunjukan Seni Tradisi

20 Februari 2021

Pertunjukan Daring: Gamelan, Bondres Bali, dan Nasib Pertunjukan Seni Tradisi

Omah Wulangreh menggelar pertunjukan seni dan budaya Pusaka Kita. Menampilkan musik gamelan Tari Legong Semaradana.

Baca Selengkapnya

Produksi Teater di Masa Pandemi, Apa Saja Tantangannya?

1 Desember 2020

Produksi Teater di Masa Pandemi, Apa Saja Tantangannya?

Tentu ada beberapa tantangan saat memproduksi pentas teater. Salah satu kendala utamanya adalah mencari cara agar pentas tetap dapat roh.

Baca Selengkapnya