Opera Revolusioner Korea Utara Pukau Beijing  

Reporter

Editor

Kamis, 29 Juli 2010 16:45 WIB

Kim Jong-il. (AP Photo/Ahn Young-joon)
TEMPO Interaktif, Beijing - Ketika pemimpin Korea Utara, Kim Jong-il, melawat ke Cina dengan kereta api bersenjata di awal Mei lalu, kunjungannya terselubung dalam rahasia yang memaksa media domestik dan global berspekulasi tentang lama dan tunjuan kunjungnya--bahkan juga soal apakah itu sungguh-sungguh terjadi.

Sebaliknya, tur Kelompok Opera Lautan Darah (Phibada) dari Korea Utara, yang juga melibatkan Ketua Kim dalam pendirian dan pengarahannya, ke Cina disambut media dengan penuh gairah. Foto-foto kedatangan kelompok opera itu pada 2 Mei lalu di Dandong, kota perbatasan Cina, disiarkan luas dan menjadi sensasi di Internet.

Media Cina membuntuti kelompok itu hampir seperi gaya paparazzi, melaporkan sikap para pemain ("hidup dan bersahabat"), makanan favoritnya (daging babi, bihun rebus dan buah segar), dan memberi ulasan hangat terhadap produksi opera yang diangkat dari novel klasik Cina Impian Pavilun Merah ("karya terbesar sejak Avatar").

Penonton pun sama antusiasnya. Tiket untuk pertunjukan empat hari di Beijing (yang bersamaan dengan kunjungan Ketua Kim) ludes terjual sangat cepat, sehingga perlu ditambah pementasan kedua untuk awal Juli, kali ini ini di gedung opera National Center for the Performing Arts. Di antara kedua pertunjukan, 198 anggota Lautan Darah berkeliling negeri itu, tampil di berbagai teater, dari Hohhot, Mongolia Dalam, hingga Fuzhou, Fujian, dengan tiket-tiket habis dipesan. Semula tur itu dijadwalkan selesai dalam sebulan, tapi nyatanya butuh dua setengah bulan.

Bagaimana mereka bisa sukses? "Kami mematuhi panduan dan usulan dari Pemimpin kami," kata mereka, yang mengacu pada Ketua Kim.

Memang Ketua Kim yang memutuskan untuk memanggungkan kembali opera itu pada 2009 untuk memperingati 60 tahun hubungan diplomatik Cina-Korea Utara. (Produksi aslinya digagas ayahnya, Kim Il-sung, pada 1961; sumbangan-sumbangannya juga disebut.) Kim dikabarkan empat kali menonton pertunjukan opera itu di Pyongyang, sebelum kelompok itu berangkat ke Beijing, termasuk satu kali bersama Perdana Menteri Cina, Wen Jiabao.

Peran impresario opera bukan barang baru bagi Kim. “Lautan Darah” sebenarnya adalah nama opera revolusioner yang dia bantu ciptakan pada 1971. Opera itu--berdasarkan sebuah novel karya Kim Il-Sung mengenai kebrutalan pendudukan Jepang di Semenanjung Korea--dianggap berhasil karena nama kelompok itu dan gaya opera revolusioner yang dia rintis.

Hendak "memukul pola opera lama" dan "merendahkan" orang yang memainkannya, kata para anggotanya pada masa itu, opera-opera bergaya Lautan Darah itu merajut melodi dan tari tradisional Korea dengan unsur "revolusioner" untuk membuatnya mudah dinikmati. Libretonya ditulis dalam bentuk puisi, sehingga mudah diingat dan dinyanyikan, dan tak ada recitativo (cara pendeklamasian tertentu).

Orkestra dibangun dari ide "juche" atau kepercayaan pada diri sendiri, yang bermakna bahwa dia mencampir instrumen Kora dengan Barat. Paduan suara "pangchang" di latar belakang bernyanyi dari lubang di lantai untuk menekankan keadaan ideologis dan emosional para tokoh utama.

Baru-baru ini, Ketua Kim menyatakan bahwa orang Korea "harus memiliki pemahaman yang lebih baik tentang budaya dunia". Maka, sebagai tambahan dalam menghidupkan kembali Impian Pavilun Merah--yang dilaporkan telah dipentaskan 50 kali di hadapan hampir 100 ribu orang di Pyongyang--Kim juga mengawasi produksi opera Rusia, Eugene Onegin. Karya klasik Tchaikovsky itu, yang terakhir kali dipentaskan di Pyongyang pada 1950-an, telah dipentaskan pada musim panas lalu dan sekali lagi pada Februari lalu untuk merayakan 10 tahun perjanjian persahabatan dan kerja sama Rusia-Korea Utara.

Dampak politik tur Lautan Darah di Cina ini tak jelas. Kim Jong-il diharapkan untuk mendampingi Presiden Cina Hu Jintao menyaksikan opera itu di Beijing, tapi hal itu tak terjadi. Media asing berspekulasi bahwa Kim tak senang dengan lawatannya, tapi, sebaliknya, surat kabar Partai Komunis Cina, People’s Daily, mengutip laporan bahwa Kim meninggalkan Beijing tanpa menonton opera "karena lawatannya telah memenuhi semua tujuannya".

Namun, sebagai pertukaran budaya, lawatan itu tampaknya sebuah keberhasilan yang tak lengkap. Dalam Beijing Daily, kritikus kebudayaan Li Hongyan meratapi fakta bahwa kunjungan itu membuat kelompok opera Korea Utara menampilkan lagi karya klasik Cina. "Jika para sutradara top kita menjadi terkenal di dunia karena opera Barat Turandot, mengapa tak satu pun dari mereka yang dapat membuat sebuah opera yang bagus dari Impian Paviliun Merah?" tulisnya. "Apakah itu karena mereka mengabaikan budaya tradisionalnya atau karena mereka cuma tak punya bakat?"

Tapi, para pemain Lautan Darah tak punya rencana untuk mengistirahatkan kemenangan mereka. Malah mereka kembali ke Pyongyang untuk mulai latihan karya klasik Cina yang lain, Sampek Engtay, yang pasti akan dibawa keliling Cina segera setelah mereka siap.

Iwank | The New York Times

Berita terkait

SMA Labschool Cibubur Selenggarakan Pentas Seni Cravier 2024 Usung Tema Peduli Lingkungan

42 hari lalu

SMA Labschool Cibubur Selenggarakan Pentas Seni Cravier 2024 Usung Tema Peduli Lingkungan

Acara tahunan SMA Labschool Cibubur akan mengusung tema lingkungan dalam kacamata anak muda di Cravier 2024.

Baca Selengkapnya

Butet Kartaredjasa Terintimidasi, Bagaimana Cara Mengurus Perizinan Pentas Seni?

7 Desember 2023

Butet Kartaredjasa Terintimidasi, Bagaimana Cara Mengurus Perizinan Pentas Seni?

Butet Kartaredjasa menyebut bahwa pementasan seninya diintervensi oleh pihak kepolisian karena larangan menampilkan satir politik.

Baca Selengkapnya

HNW Apresiasi Usulan Pementasan Seni Budaya jelang Tahun Politik 2024

28 Juli 2023

HNW Apresiasi Usulan Pementasan Seni Budaya jelang Tahun Politik 2024

Komunitas seni dan budaya, Sangkami mengusulkan pementasan seni dan budaya melibatkan para anggota MPR.

Baca Selengkapnya

Ada Monas Week Saat Libur Lebaran 2023, Pengelola Siapkan 4 Toilet Bus Tambahan

25 April 2023

Ada Monas Week Saat Libur Lebaran 2023, Pengelola Siapkan 4 Toilet Bus Tambahan

Rangkaian Monas Week menyuguhkan pertunjukan musik khas Idul Fitri serta Air Mancur Menari dan video mapping.

Baca Selengkapnya

4 Acara Imlek yang Populer di Indonesia, Selalu Menarik Minat Wisatawan

21 Januari 2023

4 Acara Imlek yang Populer di Indonesia, Selalu Menarik Minat Wisatawan

Acara-acara itu tak sekadar untuk membuat meriah Imlek, tapi memiliki makna di dalamnya.

Baca Selengkapnya

Libur Natal dan Tahun Baru, Ini Sederet Agenda Kesenian di Lereng Merapi

14 Desember 2022

Libur Natal dan Tahun Baru, Ini Sederet Agenda Kesenian di Lereng Merapi

Ada sejumlah agenda seni budaya yang akan kembali digelar di kawasan Kaliurang pada libur Natal dan Tahun Baru.

Baca Selengkapnya

Dua Tahun Vakum, Seniman Kabupaten Bekasi Ramaikan Lebaran Yatim

3 September 2022

Dua Tahun Vakum, Seniman Kabupaten Bekasi Ramaikan Lebaran Yatim

Gabungan seniman Kabupaten Bekasi kembali manggung untuk memeriahkan Lebaran Anak Yatim setelah dua tahun terhalang pandemi

Baca Selengkapnya

Siap-siap Disambut Tari Sri Kayun Saat Wisata ke Kulon Progo

23 Maret 2021

Siap-siap Disambut Tari Sri Kayun Saat Wisata ke Kulon Progo

Tari Sri Kayun dan fragmen Suroloyo Wrehaspati dibawakan oleh seniman Kulon Progo dan pegawai pemerintah daerah sebagai penari pendukung.

Baca Selengkapnya

Pertunjukan Daring: Gamelan, Bondres Bali, dan Nasib Pertunjukan Seni Tradisi

20 Februari 2021

Pertunjukan Daring: Gamelan, Bondres Bali, dan Nasib Pertunjukan Seni Tradisi

Omah Wulangreh menggelar pertunjukan seni dan budaya Pusaka Kita. Menampilkan musik gamelan Tari Legong Semaradana.

Baca Selengkapnya

Produksi Teater di Masa Pandemi, Apa Saja Tantangannya?

1 Desember 2020

Produksi Teater di Masa Pandemi, Apa Saja Tantangannya?

Tentu ada beberapa tantangan saat memproduksi pentas teater. Salah satu kendala utamanya adalah mencari cara agar pentas tetap dapat roh.

Baca Selengkapnya