TEMPO Interaktif, : Tiga panel lukisan berukuran 1 x 1 meter diletakkan bersebelahan. Panel paling kiri berlatar biru pekat menggambarkan sosok anak laki-laki berusia sekitar 10 tahun yang memegang pistol-pistolan. Panel tengah menggambarkan sosok anak perempuan duduk di bangku biru yang tengah menyuapkan sesuatu ke mulutnya. Sedangkan panel ketiga adalah anak balita yang duduk di lantai berlatar ungu. Sepintas, tak ada yang mencolok dari ketiga lukisan yang mengetengahkan kepolosan anak-anak ini. Lukisan berjudul Sendang Kapit Pancuran karya Yuswantoro Adi itu sesungguhnya menyimpan kekuatan yang nyeleneh. Lihat saja pada bagian kemaluan ketiga sosok yang memang telanjang tersebut. Pada panel pertama, Yuswantoro menutupi kemaluan si bocah dengan panel lukisan lebih kecil berukuran 5 sentimeter bergambar pisang yang terkelupas sebagian. Pada panel kedua, kemaluan bocah perempuan di tengah ditutupi dengan gambar semangka yang dibelah sedikit sehingga menghadirkan warna merah di bagian dalamnya. Sedangkan pada panel ketiga, kemaluan si balita ditutup oleh gambar cabai rawit. Lucu dan mengandung arti memang.Itulah salah satu karya yang dipampang di Edwin's Gallery, Kemang, Jakarta Selatan, dalam pameran bertajuk "Boys & Girls: Contemporary Art, Youth Life, and Culture". Pameran yang berlangsung 12-22 April 2008 ini diselenggarakan oleh Indonesian Visual Art Archive (IVAA) yang bekerja sama dengan Edwin's Gallery. Berbagai hasil karya lebih dari 40 seniman bisa kita nikmati, dari tema cinta hingga fantasi belaka yang kebanyakan bergaya pop-art. Tengoklah lukisan-lukisan bertema percintaan, misalnya Untitled I dan Untitled II karya Arahmaini, Darling I Love You So Much karya Rudi Sri Wandoko, hingga Buku Cinta karya S. Teddy. Lukisan bertema fantasi yang menampilkan sosok-sosok komik diwakili oleh Culture Mutantes karya Indie Guerillas, Hunting Time karya Decki Leos Firmansyah, hingga Menunggu Pasukan Pengganti karya Iwan Effendi.Selain karya dwimatra, turut dipamerkan karya-karya trimatra, di antaranya Dunia Kecilku karya Yani Sastranegara, Me and My Book karya Dolorosa Sinaga, dan Es Lilin karya Abdi Setiawan. Bahkan karya Abdul Syukur berbahan kain perca yang berjudul Mencari Jejak juga ikut dipamerkan. Kurator Enin Supriyanto mengatakan karya-karya itu berdasarkan pengetahuan dan pengalaman para seniman tersebut, yang merupakan representasi perkembangan kontemporer seni Tanah Air. "Ide-ide itu bisa berasal dari jalan, iklan, komik, mainan anak-anak, atau apa saja," kata Enin dalam pengantar kuratorialnya.Menurut Direktur IVAA Farah Wardani, pameran ini diselenggarakan dalam rangka menghimpun dana bagi lembaga nirlaba pimpinannya. IVAA, yang berpusat di Yogyakarta, selama ini memang dikenal aktif menghimpun dan menyediakan networking bagi seniman. Bahkan lembaga yang bermula dari Rumah Seni Cemeti ini juga menyediakan berbagai pendidikan seni bagi anggotanya dan masyarakat umum. "Kami tidak ingin menyaingi pemerintah, tapi mengisi kekosongan saja," ujar Farah.l TITO SIANIPAR