TEMPO.CO, Jakarta - Aktor Deddy Mizwar berada di tengah-tengah penonton film Nagabonar yang diputar di bioskop Kineforum, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Rabu sore, 29 Maret 2017. Dia memenuhi undangan bioskop nonkomersial itu setelah seharian menghadiri berbagai acara, termasuk pekerjaannya sebagai Wakil Gubernur Jawa Barat.
“Pak Asrul luar biasa, dia menyampaikan komedi, membuat orang tertawa, tapi pesannya sampai,” kata Deddy dalam sesi diskusi. Menurut Deddy, film Nagabonar yang berlatar perang kemerdekaan itu menimbulkan heroisme.
Film Nagabonar pertama kali diputar pada 1987 dan dirilis kembali pada 2008. Deddy Mizwar sebagai tokoh utama memerankan karakter Nagabonar, pemuda Medan, mantan pencopet yang akhirnya memimpin pasukannya berperang melawan penjajah Belanda.
Deddy Mizwar mengaku bersyukur mendapatkan karakter Nagabonar. Dia menceritakan, awalnya Asrul Sani, sang penulis skenario, memasang Soekarno M. Noor sebagai pemeran Nagabonar. Namun, film tersebut baru bisa diproduksi 20-an tahun kemudian. Situasi politik tidak memungkinkan bagi pembuat film menurunkan film ini pada 1960-an. Tema film yang satire menjadi penyebabnya.
Sayangnya, ketika film akan dibuat, usia Soekarno M. Noor terlalu matang untuk menjadi Nagabonar. Setelah ‘berdebat’, akhirnya Asrul mempercayakan peran Nagabonar pada Deddy.
“Pak Asrul luar biasa, dia menyampaikan komedi, membuat orang tertawa tapi pesannya sampai,” kata Deddy dalam sesi diskusi. Menurut Deddy, film Nagabonar berlatar peristiwa di medan perang. Film ini, kata dia, menimbulkan heroisme.
Menjelang 20 tahun setelah film Nagabonar, Deddy memproduksi dan menyutradarai Nagabonar Jadi 2. Lewat film itu, dia ingin menyampaikan tentang nasionalisme yang berbicara di kalangan anak-anak muda. Muncullah tokoh-tokoh muda, seperti Tora Sudiro yang berperan sebagai Bonaga, anak Nagabonar.
“Mungkin Indonesia memerlukan banyak Nagabonar,” kata Deddy. Menurut dia, Nagabonar adalah jenderal yang tidak terkungkung protokoler. Jenderal yang hormat dan cinta kepada emaknya dan tidak segan menghukum anak buahnya yang salah.
“Berbeda pendapat boleh tapi jangan kehilangan cinta,” ujarnya. Selama cinta masih ada, kata dia, maka seluruh perbedaan tidak jadi masalah. “Mungkin perlu ada Nagabonar Jadi 3.”
Deddy mengatakan rencana film Nagabonar Jadi 3 sudah dipikirkan dari 3-4 tahun belakangan. Temanya pun sudah ada. Di film itu, Nagabonar tetap jadi karakter utama, ditambah tokoh baru. “Anaknya Bonaga, perempuan yang kelakuannya sama dengan Nagabonar,” katanya.
Kesamaan film-film Nagabonar, kata dia, adalah tentang kecintaan dengan Tanah Air. Menurut Deddy, cinta Tanah Air bisa dilakukan dengan berbagai cara dan dari zaman ke zaman berbeda-beda. Jika film Nagabonar Jadi 2 melingkupi soal teknologi, film berikutnya, kata Deddy, bertema pendidikan.
REZKI ALVIONITASARI