TEMPO.CO, Solo - Warna putih dinding bangunan di pinggir Kali Pepe, Kelurahan Kestalan, Solo, Jawa Tengah ini, sudah termakan jamur hitam. Tembok pagar pelindung setinggi sekitar satu meter berdiri tegap mengelilingi bagunan utama.Tampak dari depan, bangunan utama seperti tembok yang dijaga oleh tiga pilar utama hingga ketinggian tiga meter. Di dua sisi bagunan utama, berdiri lagi dua pilar setinggi dua meter yang dihubungkan ke bangunan utama. Ponten Ngebrusan, begitu orang menyebutnya.
Pada Sabtu, 11 Maret 2017 ini, belasan orang tampak bekerja bakti membersihkan rumput di sekitar bangunan di Kota Solo, Jawa Tengah itu. Mereka adalah petugas PDAM Surakarta. "Bangunan ini memiliki sejarah dalam penyediaan air bersih," kata juru bicara PDAM Surakarta, Bayu Tunggul.
Tak dibangun seperti hotel atau ikon-ikon kota pada masa kini. Ponten dulunya merupakan tempat mandi, cuci dan kakus (MCK) untuk umum. Menurut Bayu, penyebutan ponten diduga berasal dari bahasa Belanda, Fontein yang berarti air mancur. Ponten memiliki luas 100 meter persegi. Dua pintu masuk di sisi kiri dan kanan. Satu pintu masuk khusus pria, satu lagi khusus wanita.
Ornamen Ponten tak jamak ditemui pada model kamar mandi atau MCK masa kini. Tiap puncak pilar berbentuk piramida berundak. Profil pilar membuat Ponten tampak kokoh, meski sepuh. Bagian atas bangunan utama merupakan penampungan air, sekaligus atap bagi ruangan-ruangan di bawahnya. Penampungan air Ponten langsung beratap langit.
Dari ketinggian tiga meter temboknya, pancuran air Ponten muntah pada masa lalu. Air jatuh dari lubang tengah ornamen berbetuk lingkaran. Air jatuh menemui dasar lantai yang dibuat sedikit berundak. Di sini tempat orang mandi di masa lalu.
Bagian dalam bangunan terdapat beberapa ruangan yang masing-masing dilengkapi pintu masuk tanpa penutup. Di bagian lebih dalam, ada ruangan kecil. Fungsinya sebagai kakus. Ini terlihat dari bekas-bekas pipa yang masih menempel di dinding, serta lubang kakus di bagian dasar lantai.
Ponten Ngebrusan bukan MCK sembarangan. Bangunan didirikan atas perintah Mangkunegara VII pada tahun 1936. Ponten dibangun sebagai bukti perhatian pemerintah Pura Mangkunegaran kala itu terhadap masalah sanitasi. "Salah satu alasan pembangunan Ponten ini adalah mewabahnya penyakit kolera," kata Bayu. Pada masa itu warga belum memiliki jamban. Mereka biasa mandi, cuci serta buang hajat di Kali Pepe.
Peracik seni dari Ponten adalah Thomas Karsten. Arsitek dengan banyak karya yang menjadi bangunan heritage di Kota Surakarta. Dia juga yang mengarsiteki Stasiun Balapan, Masjid al Wustho Mangkunegaran, Pasar Gede Solo, dan Pasar Johar Semarang.
Ponten dibuat di desa Kestalan. Pada masa lampau, Kestalan menjadi tempat penyimpanan kuda milik pasukan kavaleri Mangkunegaran. Di sekitar tempat ini banyak dijumpai kandang kuda. "Nama Kelurahan Kestalan berasal dari kata istal yang berarti kandang kuda," kata Bayu.
Ponten dulu berdiri kokoh dan megah. Seiring berjalannya waktu, masyarakat di sekitar Kali Pepe sudah mulai terbangun kesadarannya atas MCK. Warga Kestalan biasanya sudah melengkapi rumahnya dengan kamar mandi dan jamban. Bangunan yang tampak megah pada akhirnya termakan usia. Pemerintah Kota Surakarta menetapkan Ponten sebagai cagar budaya sejak 2013 melalui surat keputusan nomor 646/33-C/I/2013.
Meski tak lagi ada air mancur, Ponten menjadi penanda pentingnya fasilitas air bersih untuk masyarakat Surakarta. Itu kenapa belasan pegawai Perusahaan Daerah Air Minum bekerja bakti membersihkan Ponten menjelang Hari Air Sedunia yang diperingati tiap 22 Maret.
AHMAD RAFIQ