TEMPO.CO, Yogyakarta - Bursa seni rupa terbesar di Indonesia, Art Jog 2016, masih ramai dikunjungi meski terus dikritik dan ramai diperbincangkan di media sosial. Art Jog yang menggandeng PT Freeport Indonesia sebagai sponsor menuai kecaman dari sejumlah kalangan seniman, juga aktivis lingkungan dan hak asasi manusia.
Meski begitu, selama tiga pekan berlangsung, jumlah pengunjung Art Jog tetap ramai. Panitia Art Jog 2016, Tiyassari Basara, mengatakan per hari rata-rata tiket terjual sebanyak 1.000 lembar. Hari biasa tiket yang terjual sebanyak 650 dan pada akhir pekan sebanyak 1.500 tiket. Ia mengoreksi jumlah pengunjung Art Jog per hari yang sebelumnya Tempo sebut rata-rata 100 orang.
Pengunjung asal Jakarta, Dian Rusdi, mengatakan banyak karya bagus yang dipamerkan di Art Jog di antaranya karya seni animasi seniman Jepang berjudul Kiya-kiya. Ada juga karya seniman komunitas seni Taring Padi, Mohamad Yusuf atau Ucup. Menurut Dian, karya Ucup agak mengagetkan. “Saya melihat karya Ucup yang biasanya bicara pemberontakan sosial, kali ini bermuatan religius,” kata Dian.
Ia mengkritik karya seniman Vincencius “Venzha” Christiawan, yang menyajikan karya utama sebagai land mark Art Jog. Menurut Dian, karya Venzha kurang menggarap sisi keindahan. Melihat karya itu, kata dia, seperti tidak ada bedanya dengan menyaksikan menara pemancar radio kebanyakan atau menara operator telepon seluler.
Sebelumnya, Direktur Art Jog Heri Pemad menyatakan tidak akan mengembalikan uang sponsor sebesar Rp 100 juta yang telah diberikan PT Freeport Indonesia untuk penyelenggaraan bursa pasar seni rupa terbesar di Indonesia itu. Ia sudah mengikat komitmen dengan Freeport.
Menurut Heri Pemad, tidak mudah buat panitia Art Jog untuk menghentikan perjanjian dengan perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu di tengah penyelenggaraan kegiatan. Art Jog berlangsung di Jogja National Museum pada 27 Mei-27 Juni 2016 dan diikuti setidaknya 72 seniman.
Menurut Heri, bila ia menghentikan sponsorship Freeport, ia bisa kena masalah hukum. “Kalau kami mengembalikan uang Freeport, itu sama artinya kami menelan kembali ludah kami sendiri,” kata Heri.
Panitia Art Jog mendapat kecaman dari sejumlah pihak akibat menggandeng Freeport. Kecaman datang di antaranya dari komunitas seniman street art, Andrew Lumban Gaol. Ada juga kritik dari Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) Nahdlatul Ulama dan Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam. Tak hanya itu, kecaman juga datang dari Forum Solidaritas Yogyakarta Damai.
SHINTA MAHARANI