TEMPO.CO, Jakarta - Hasil tes laboratorium pada jasad Prince menyimpulkan ia tewas karena overdosis kandungan fentanyl. Hal ini merujuk pada laporan kematiannya yang dikeluarkan oleh Kantor Midwest Medical Examiner di akun Twitternya, @MidwestMedExam. “Terlampir, hasil investigasi Prince Rogers Nelson,” akun itu mencuitkan pada Jumat, 3 Juni 2016.
Fentanyl biasa diberikan oleh dokter untuk pengobatan kanker, berefek menghilangkan rasa sakit, dan dikategorikan obat mahal. Obat ini diklaim bertanggung jawab atas lonjakan kematian akibat overdosis obat-obatan di Amerika Serikat.
Berdasarkan data Badan Penegakan Narkoba Amerika Serikat, fentanyl lebih kuat 25-50 kali dibanding heroin dan 50-100 kali ketimbang morfin. DEA melansir obat ini sangat berbahaya dan sudah membunuh 700 penduduk AS pada 2013.
Laporan tersebut tidak memberikan penjelasan rinci soal bagaimana penyanyi berusia 57 tahun itu bisa mengkonsumsi fentanyl lalu tewas. Laporan itu juga tidak spesifik menjelaskan bagaimana Prince mendapatkan obat tersebut, dan kepastian ilegal atau tidaknya fentanyl yang ia konsumsi
Penyanyi legendaris ini tewas pada 21 April 2016 pada usia 57 tahun setelah ditemukan tak sadarkan diri di lift studio rekamannya di Paisley Park, Chanhassen, Minnesota. Prince tewas dengan mengenakan topi hitam, kemeja, celana, celana boxer, kaus kaki, dan kaus warna abu-abu.
Sepekan sebelumnya, 15 April 2016, Prince sempat tak sadarkan diri setelah pulang dari Atlanta. Pesawatnya terpaksa mendarat darurat di Moline, Illinois. Ia dibawa ke rumah sakit untuk mendapat perawatan. Dikutip dari CNN, seorang penegak hukum mengatakan ia dirawat karena ada kemungkinan overdosis obat penghilang nyeri.
AHMAD FAIZ | CNN