TEMPO.CO, Jakarta - Pertunjukan wayang layang L’Oiseau (The Bird) berlangsung sukses di pelataran Plaza Senayan, Jakarta, Sabtu malam, 30 April 2016. Pertunjukan ini memukau ratusan penonton, meski cuaca mendung sempat membuat para seniman penampil dan penonton was-was.
Sejak sore, mendung sudah menggantung di langit Jakarta. Menjelang pertunjukan bahkan sempat turun gerimis. "Cuaca--hujan dan angin memang menjadi tantangan kami," ujar Anne Bitran, Sutradara Les Remoulers sebelum pertunjukan, Sabtu, 30 April 2016.
Demi kelancaran pertunjukan, panitia juga menggunakan jasa pawang hujan. Bitran mengaku cukup kagum dengan kepiawaian pawang hujan. Dia bertemu seorang pawang hujan bernama Agustina di Keraton Yogyakarta.
Ketika menggelar pertunjukan di Yogyakarta, Bitran menyaksikan sendiri bagaimana hujan turun sebelum dan setelah pertunjukan. "Sangat penting untuk kami, dan berhasil. Sesaat dia pergi, hujan turun." ujarnya.
Pertunjukan wayang layang merupakan hasil kolaborasi tiga seniman Prancis dari kelompok Les Remouleurs dan beberapa seniman Indonesia seperti Heri Dono, Senyawa, Marjinal Kolektif, kelompok wayang Motekar. Pertunjukan ini membuka festival seni budaya Prancis -Indonesia, Printemps Francais 2016 yang diselenggarakan Institut Francais d'Indonesie (IFI).
Baca Juga:
Bitran bersama tiga pemain lain mengendalikan layang-layang dengan 14 balon helium di tubuhnya. Mereka bergerak dengan iringan instrumen, vokal, dan musik dari Senyawa. Di layang-layang berbentuk burung itulah, lewat proyektor, citraan sketsa dan lukisan dari para seniman Indonesia disemprotkan. Lukisan dan sketsa itu, menurut Bitran, merupakan pesan yang ingin disampaikan, digali dan dikreasikan bersama oleh para seniman.
Penonton melihat citraan di layang-layang yang dibagi dalam lima babak cerita dan gambar yang berbeda. Sayangnya citraan ini tak bisa dinikmati dengan maksimal karena area di sekitar tempat pertunjukan terlampau terang. "Lampu dan suara di sekitar juga menjadi tantangan kami, karena masih cukup terang dan ramai," ujar Bitran.
Bitran pun membandingkan pertunjukan malam itu dengan pengalaman pentas pertama mereka di Yogyakarta. "Di Jogja ideal, suasana gelap, jadi citraan maksimal, tidak ramai juga," ujar Rully Shabara, anggota Senyawa menambahkan.
Meskipun demikian, Bitran merasa senang bisa berkolaborasi dengan para seniman Indonesia yang punya banyak kreativitas. Para personil Senyawa juga mengatakan belajar banyak dari para seniman mancanegara ini. Rencananya, setelah di Jakarta, pada 4 Mei 2016 mereka akan tampil di Surabaya, dilanjutkan ke Bandung pada 7 Mei 2016 dan Bali pada 10 Mei 2016.
DIAN YULIASTUTI