TEMPO.CO, Denpasar - Berkah Gamulya terlihat ramah di atas panggung ketika berinteraksi bersama anak-anak dari berbagai jenjang sekolah di Bali. Pria yang akrab disapa Mulya itu sedang mengkampanyekan stop kekerasan terhadap perempuan dan anak.
"Kasus kekerasan dalam berpacaran yang dialami anak-anak di tahun 2015 mencapai 2.734," katanya gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Bali - Art Centre, Denpasar, Minggu, 24 April 2016.
Layaknya seorang yang sedang presentasi, begitulah penampilan band Simponi yang mengusung konsep diskusi musikal. Sarana power point tak lepas dari penampilan band ini di atas panggung. Di sela-sela lagu, Mulya selalu aktif memberi penyuluhan terhadap para penonton yang menyaksikan penampilan bandnya.
Di Bali, Simponi tampil membawakan tiga lagu selain miliknya, yaitu Laskar Pelangi (Nidji), Kenakalan Remaja Di Era Informatika (Efek Rumah Kaca), dan Ibu (Iwan Fals). Sedangkan lima lagu lainnya milik Simponi, yaitu Terlalu Banyak, Sisters in Danger, Lelaki yang Lahir dari Rahim Perempuan, Berani Bilang Tidak, dan perEMPUan.
Ketika tampil membawakan lagu, power point tersebut menampilkan lirik lagu yang dibawakan agar pesannya lebih bisa dimaknai para penontonnya. Band asal Jakarta yang berdiri sejak 28 Oktober 2010 itu memang dibentuk dengan tujuan pendidikan.
Mulya mengatakan dia dan teman-temannya ingin Simponi tidak hanya dinilai sebagai band saja, namun sebagai paguyuban sesuai dengan kepanjangan nama band ini 'Sindikat Musik Penghuni Bumi'. "Kami fokus mengangkat tema stop kekerasan terhadap perempuan dan anak sejak 2013," ujarnya. "Sebelumnya, Simponi aktif menyuarakan isu lingkungan hidup dan anti korupsi.
Simponi pernah meraih prestasi menjadi juara 1 kompetisi internasional Sounds of Freedom 2014 di London, Inggris lewat lagu Sister in Danger dan juara 2 International Anti-Corruption Music Competition (Fair Play 2012) di Belgia-Brasil lewat lagu Vonis (Verdict).
Saat tur di Bali bersama Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Simponi menegaskan betapa rentan anak-anak di Indonesia mengalami kekerasan dalam berpacaran. "Ini puncak gunung es, di bawah tinggi sekali," ujarnya. "Angka-angka ini (2.734 di tahun 2015) hanya yang terlapor, faktanya bisa lima kali lipat karena enggak semua orang punya keberanian dan kemampuan (melaporkan)."
Mulya menyadari bahwa dalam kehidupan sehari-hari tidak sedikit anak-anak di bawah usia 18 tahun yang sudah berpacaran. Maka, dalam kesempatan tersebut, ia menyampaikan nilai-nilai penting yang perlu dipahami bagi anak-anak di Indonesia.
"Pacaran seharusnya saling menghormati dan mendukung kegiatan pacar masing-masing, tapi di era informatika ini pacaran dijadikan modus menumbuhkan patriarki, dan kekerasan terhadap perempuan," tuturnya. "Jomblo sering dibully, itu membuat perempuan mudah dimanfaatkan, akhirnya daripada jomblo dia mau berpacaran dengan siapapun yang tidak jelas laki-laki itu baik atau buruk."
Menurut dia, kekerasan terhadap perempuan dan anak penting menjadi prioritas karena selama ini isu yang dekat dengan kehidupan sehari-hari itu sering terabaikan. "Kami lebih merasa berguna diskusi musikal," tuturnya. Ia menjelaskan kombinasi aktivis dan musisi dalam tubuh band ini menemukan konsepnya sesuai latar belakang personil. "Kami gabungkan dan mencari konsep sendiri yang masih terus dalam perbaikan," katanya.
Simponi mulai bekerja sama dan aktif sosialisasi stop kekerasan terhadap perempuan dan anak bersama Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada pertengahan tahun 2015. "Kami juga pernah sebelumnya bersama KPK dan ICW," tuturnya.
Band Simponi terdiri atas enam orang, yaitu Rendy Ahmad (vokal gitar), Sakti Sanjaya (vokal gitar), M. Berkah Gamulya (player-manager, backing vocal), Bayu Agni (lead guitar), Rama Prayuda Aruman (bass), dan Teuku Zulqaini Khaiqal (drum). "Ini formasi yang keempat dan yang paling lama," kata Mulya. Ia menjelaskan target dari band yang sudah melahirkan tiga album ini adalah tampil di sekolah dan kampus. "Itu kami anggap penting, karena informasi dan semangat musik, bisa membawa mereka untuk beraksi," katanya.
Secara umum, kata Mulya, Simponi mengusung aliran musik (genre) pop rock. Walaupun demikian, ia menegaskan Simponi tidak terpatok pada satu aliran musik (genre) saja. "Di album baru nanti akan ada reggae dan ska, karena pendidikan harus menjangkau (selera musik) semua orang. Mungkin suatu saat kami akan bikin dangdut," ujarnya sambil tersenyum. Itulah sebabnya, kata Mulya, band ini tidak hanya menggunakan satu vokalis saja karena menyesuaikan genre lagu yang akan dibawakan."
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yembise menilai diskusi musikal Simponi sebagai metodologi yang bagus untuk penyuluhan stop kekerasan terhadap perempuan dan anak. "Sosialisasi dengan musik supaya bisa action," katanya. "Lebih bagus lagi keliling ke desa-desa sebagai salah satu strategi menyampaikan aspirasi kita bersama."
BRAM SETIAWAN