TEMPO.CO, Denpasar -Sejumlah kreator lintas bidang yang menyebut diri Bol Brutu atau Gerombolan Pemburu Batu, akan memamerkan karya visual dalam pameran bertajuk Abyagiri:Situs-situs Marginal di Pegunungan. Pameran akan berlangsung di Bentara Budaya Bali mulai Ahad-Sabtu, 7-20 Februari 2016.
Kelompok Bol Brutu asal Yogyakarta ini terdiri dari perupa, akademisi, peneliti, dan pengamat sosial budaya. Mereka adalah Kris Budiman, Putu Sutawijaya, Apriadi Ujiarso, Boen Mada, Cuk Riomandha, Darwi Made, Edy Hamzah, Ida Fitri, Linggar Saputra Wayan, Ninuk Retno Raras, Nur Cahyati Wahyuni, Vembri Waluyas, dan Wahyu Wiedy Aditantra.
“Pameran ini merupakan sebuah upaya untuk mengapresiasi situs-situs purbakala yang termarjinalkan dan belum mendapatkan apresiasi semestinya,” ujar Kris Budiman,akademisi Universitas Gadjah Mada.
Situs-situs dari abad VIII-XV menjadi fokus pameran kali ini. Tajuk “Abhayagiri”, kata Kris, bermakna ‘gunung atau bukit yang damai’, meminjam nama Situs Ratu Boko di Yogyakarta—sebagaimana disebutkan dalam sebuah prasasti bertarikh 792 M. Prasasti ini mengungkap peristiwa pembangunan sebuah bangunan suci di atas bukit, Abhayagiri Vihara, oleh Rakai Panangkaran. Frasa ini
dapat dimaknai sebagai vihara di atas bukit yang damai, bebas dari bahaya. Melalui logika metonimik, substansi vihara ini dapat kita ganti dengan candi atau situs kepurbakalaan. Sementara giri, tepatnya: abhayagiri, di sini mewakili kawasan atau suasana pegunungan.
“Pameran ini senafas dengan semangat kuratorial Bentara Budaya yang memberi ruang kepada seni-seni atau program kultural klasik, tradisi maupun modern yang terpinggirkan,”ujar Putu Aryastawa, penanggungjawab teknis pameran BBB. ROFIQI HASAN