TEMPO.CO, Yogyakarta - Serat-serat jamur menempel pada sebagian langit-langit galeri. Tumbuhan itu membentuk jaring-jaring berpola kipas. Sinar keunguan menyilaukan mata muncul dari permukaan jamur pada kayu itu. Instalasi berjudul “Inner Recesses” itu merupakan karya Syaiful Aulia Garibaldi.
Lulusan Seni Rupa Institut Teknologi Bandung (ITB) ini menggunakan medium dakron atau serat sintetis sebagai tempat tumbuhnya jamur. Cahaya keunguan yang berpendar tadi dihasilkan oleh sinar ultraviolet.
Syaiful tidak seorang diri. Dalam pameran bertajuk “Alam/Benda” yang digelar di Ark Gallerie, sepanjang 20 Desember 2015 hingga 31 Januari 2016, dipamerkan pula karya-karya Aditya Chandra Hernawan, Michael Binuko, dan Prilla Tania.
Menurut Syaiful, jamur-jamur itu akan terus tumbuh selama dua pekan setelah ditaruh di langit-langit ruangan berukuran 6 x 5 meter. Tumbuhan kelompok fungi itu akan bertambah banyak di sudut langit-langit sekitar 2-3 meter. Pertengahan Januari 2016, pengunjung bisa melihat jamur merang yang tumbuh.
Syaiful tertarik mengeksplorasi benda organik dan makhluk hidup berukuran kecil, seperti jamur, bakteri, lumut, dan cacing. Makhluk hidup mini itu menjadi medium untuk menciptakan patung, video, instalasi, lukisan, dan gambar.
“Makhluk pengurai itu punya peran penting dalam siklus kehidupan di bumi,” kata Syaiful yang pernah mendalami ilmu mikrobiologi di Universitas Padjajaran ini. Tahun lalu, Syaiful berpameran di Singapura dan Hong Kong menggunakan medium jamur, pakis, dan lumut.
Selain Syaiful, ada Michael Binuko yang mengeksplorasi makhluk hidup pada gambar Megaptera novalevitae ovum. Judul karya itu adalah nama Latin ikan paus bungkuk rekaan Michael, yang memiliki sayap hasil mutasi karena berabad-abad hidup di laut yang tercemar. Di atas kertas 30 x 33 sentimeter itu, dia menggambar sel-sel reproduksi yang membentuk tulang. Michael juga memamerkan 42 karya gambar lainnya dengan beragam citraan. “Saya gunakan ilmu geologi, geografi, dan ilmu pengetahuan alam,” katanya.
Kurator pameran, Chabib Duta Hapsoro, mengatakan seniman yang berpameran memiliki hasrat khusus terhadap benda atau medium seni untuk membicarakan alam. Mereka menggunakan benda bekas pakai dan organik, seperti mikroorganisme dan tanaman. “Soal alam mereka jelajahi secara khas, yakni dalam perspektif medium,” kata Chabib. Tapi, kata dia, pameran ini bukan gerakan advokasi atau propaganda perubahan perilaku manusia terhadap alam. “Pameran ini ingin melihat alam dengan cara lain. Ini tentang pengalaman dan melibatkan seniman dengan alam.”
SHINTA MAHARANI