TEMPO.CO, Frankfurt - Bantaran Sungai Main dipadati warga Frankfurt dan sekitarnya yang penasaran ingin melihat keramaian musik dan pertunjukan seni lainnya. Indonesia juga ikut serta dalam festival itu. Kelompok musik Dwiki Dharmawan & Friends terlihat masih mempersiapkan alat-alat musik sambil sesekali mengetes sistem suara di atas panggung milik Indonesia, Sabtu 29 Agustus 2015.
Sementara itu di Museum Seni Terapan atau Museum Angewandte Kunst, di sisi lain Sungai Main, pameran arsitektur Indonesia yang bertajuk "Tropicality: Revisited" digelar. Pameran ini diikuti 12 arsitek muda Indonesia yang menampilkan hunian ramah hawa tropis, tidak memerlukan pendingin ruangan (yang berarti hemat energi), dan tetap mengutamakan aspek keindahan serta menyatu dengan alam.
"Tropikalitas menjadi hal yang relevan jika dikaitkan dengan situasi saat ini, di mana kita sama-sama menghadapi ancaman krisis energi dan pemanasan global," kata Avianti Armand, arsitek dan salah satu kurator pameran ini.
Direktur Museum Arsitektur Jerman Peter Schmal yang membuka pameran itu, mengaku sangat bersemangat ketika kembali mengunjungi Jakarta dan karya arsitektur yang kemudian foto dan maketnya dipamerkan di Museum Arsitektur Jerman Frankfurt. "Bagaimana tidak, saya pernah tinggal di Jakarta, saya pernah menghabiskan masa remaja saya di Indonesia. Saya tidak pernah membayangkan bisa melihat lagi Jakarta, lalu kemudian pergi ke Bali," katanya dalam pidato pembukaan pameran. Schmal dan Duta Besar RI di Jerman Fauzi Bowo membuka pameran yang berlangsung mulai 29 Agustus 2015 hingga 17 Januari 2016.
Tidak lama kemudian kelompok Barong dan Gandrung Banyuwangi serta kelompok musik Kua Etnika naik ke panggung. Wali Kota Frankfurt Peter Feldmann, Fauzi Bowo, dan Konjen RI di Frankfurt Wahyu Hersetiati juga sudah duduk di depan panggung bersama pimpinan Komite Pameran, Pertunjukan dan Seminar untuk acara seni Indonesia tahun ini, Slamet Rahardjo Djarot.
Dalam kesempatan itu Feldmann memuji keberagaman yang dimiliki Indonesia. "Indonesia adalah negara dengan budaya, latar belakang agama, tradisi, dan suku yang beragam. Tapi itu bukan berarti Indonesia tidak bisa menyatu, sama halnya dengan Frankfurt yang merupakan kuali peleburan," katanya.
Total 23 museum dengan beragam pameran memeriahkan Museumsufersfest. Pengunjung yang ingin melihat pameran bisa membeli tiket seharga 7 Euro yang bisa dipakai selama akhir pekan terakhir Agustus ini. Acara yang selalu ditunggu adalah pawai regata dan perahu naga pada dua hari terakhir festival. MuF akan ditutup dengan pesta kembang api pada Minggu malam, 30 Agustus 2015. Biasanya pesta kembang api itu diiringi musik orkestra. Tapi kali ini, Peter Feldmann menjanjikan, musik pengiring pesta kembang api tahun ini adalah musik Indonesia.
LUKY SETYARINI (FRANKFURT)