TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kepolisian RI Jenderal Badrodin Haiti menceritakan semasa kecil, tepatnya saat duduk di bangku Sekolah Dasar kelas lima dan enam, ia gemar berkelahi. Penyebabnya simpel, yakni lantaran teman sekelasnya kerap mengoloknya sebagai keturunan Madura.
"Sebagai anak baru, saya kan panasan orangnya. Berantem-lah kami sepulang sekolah," kata dia sembari tertawa di ruang kerjanya, Kamis siang dua pekan lalu.
Baca Juga:
Dalam liputan "Sehari Bersama", Badrodin banyak bercerita masa kecilnya. Sejak kelas 5 SD, Badrodin ikut kakak kandungnya pindah ke Blitar, Jawa Timur. Bapak dua anak itu sekolah di SD Babadan I Blitar, dari sebelumnya di SD Peleran I Jember, Jawa Timur.
Sambil menyantap makan siangnya, Badrodin bercerita perkelahian tersebut tidak diketahui guru atau orang tua masing-masing. Hampir setiap bulan, ia sukses "menghajar" teman-temannya hingga memar di beberapa bagian tubuhnya. Tak jarang pula mereka berkelahi di tengah sawah. "Jadi satu badan sampai penuh lumpur sawah," ujar pria kelahiran Jember, 24 Juli 1958 itu.
Suatu ketika, Din, panggilan Badrodin dalam keluarga, dihantam temannya di bagian mata hingga memerah. Ia tak mengaku kepada orang tuanya, Siti Aminah dan Ahmad Haiti. "Saya cuma bilang habis kemasukan binatang. Ya sudah, percaya saja," tuturnya.
Tak hanya meladeni ajakan "bergulat", Din juga kerap membalas kejahilan temannya. "Ada yang iseng kasih lem di bangku saya. Saya tukar saja ke bangku guru," kata Din tertawa. Walhasil, ia dihukum tak boleh mengikuti mata pelajaran guru tersebut selama sepekan. "Saya ketahuan, ha-ha-ha."
"Hobi" Din tersebut tak berlanjut semasa duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Ia kembali ke Jember dan bersekolah di MTs Baitul Arqom. Dididik gaya santri yang mandiri, Din tak pernah lagi berkelahi. “Karena lingkungannya kebanyakan Madura juga, jadi tidak diolok-olok lagi,” tutur mantan Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan Polri itu kepada Tempo yang mengikuti kegiatannya selama seharian penuh.
DEWI SUCI RAHAYU