TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengaku selalu terharu hingga sering menangis pada hari peringatan pahlawan wanita nasional Raden Ajeng Kartini. Sebab, peringatan Hari Kartini punya makna spesial, yaitu kelahiran ibunda Susi. "Ibu saya lahir di Hari Kartini juga. Saya banyak belajar dari ibu," kata Susi, yang tak mampu menahan tangis, di Jakarta Pusat, Selasa, 21 April 2015.
Susi menceritakan kisah hidup ibunya sambil terisak. Sang ibu, kata Menteri Susi, adalah sosok yang punya kisah hidup luar biasa. Saat berusia 12 tahun, kata Susi, ibunya meninggalkan keluarga di Pandeglang dan menuju Sukabumi, Jawa Barat, karena menolak dijodohkan dan dinikahkan dini. Setelah kabur dari rumah, sang ibu tinggal dan menetap di sekolah susteran selama dua tahun, meski berasal dari keluarga muslim. "Ibu saya hidup di gereja bersama para suster," ujar Susi. "Itu dilakukan demi hidupnya yang mandiri."
Menurut Susi, ibunya menempuh pendidikan di Solo, Jawa Tengah. Dari pengalaman ibunya, Susi mendapatkan pelajaran bahwa wanita harus berani menentukan masa depan. "Risiko dia tempuh dari keluarga yang mampu menghidupinya," ucap Susi.
R.A. Kartini, kata Susi, berjuang dengan semua keterbatasan, terus menulis untuk menyampaikan pemikirannya. "Kebebasan pemikiran adalah kebebasan yang hakiki yang setiap orang bisa mengamati," tuturnya.
Ia juga mengatakan bahwa perempuan mendapat beberapa keistimewaan dari Tuhan. Keistimewaan yang bisa digunakan untuk melakukan perubahan dan memajukan bangsa.
SINGGIH SOARES