TEMPO.CO, Jakarta - Sejarah keberadaan Kabupaten Pringsewu tidak terlepas dari bambu. Diawali berdirinya perkampungan (tiuh) yang bernama Margakaya pada 1.738 Masehi yang berada di tepi aliran sungai Way Tebu, 5 kilometer (km) dari pusat Kota Pringsewu ke arah selatan, saat ini yang dihuni masyarakat asli Lampung-Pubian.
Dari abad 17 hingga 19 tiuh Margakaya merupakan wilayah ramai, subur, kaya, dan makmur. Pada 187 tahun berikutnya, yakni 9 November 1925, sejumlah masyarakat dari Pulau Jawa melalui program kolonisasi oleh pemerintah koloniah Belanda membuka areal permukiman baru dengan hutan belantara lebat karena banyak bambu.
Pringsewu yang artinya bambu seribu, merupakan wilayah heterogen terdiri dari macam suku bangsa, dengan masyarakat Jawa yang dominan selain masyarakat asli Lampung, terdiri dari dua masyarakat adat yakni, Pubian yang beradat Pepadun serta masyarakat pesisir yang beradat Saibatin.
Pringsewu berjarak 38 km dari ibu kota Provinsi Lampung dengan luas wilayah 625 km persegi, penduduk 475.353 jiwa tersebar di 131 pekon (desa) dan 9 kecamatan, Kecamatan Pringsewu, Pagelaran, Pagelaran Utara, Pardasuka, Gadingrejo, Sukoharjo, Ambarawa, Adiluwih, dan Banyumas. (Baca: Ketika Musik Bambu Kolaborasi dengan Musik Modern)
Kabupaten Pringsewu dibentuk berdasarkan UU Nomor 48 Tahun 2008 yang diresmikan oleh Mendagri H. Mardiyanto pada 3 April 2009.
Menurut Bupati Pringsewu, Sujadi Sadat, semoga daerah perkampungan bambu dan daerah tujuan wisata segera terwujud di Pringsewu.
EVIETA FADJAR
Berita Terpopuler
Jerry Wong Banjir Ucapan Duka dari Selebritas
Meriah, Grand Final Indonesian Idol 2014
Duet Nowela-Judika Menuai Pujian Juri
Yang Besar dan Kecil dalam Singapore Art Museum