TEMPO.CO, Denpasar - Dibandingkan lukisan di atas kanvas, lukisan dengan medium kertas saat ini dianggap sebagai lukisan kelas dua. Padahal secara estetika, kertas memiliki kekuatan dan pesonanya sendiri yang tak bisa ditemukan di media yang lain.
Prihatin dengan kondisi tersebut, tiga pelukis Bali, yakni Made Kaek, Made Somadhita, dan Wayan Linggih terdorong untuk menggelar pameran lukisan khusus bermedium kertas. Pameran berlangsung di Santrian Galeri, Sanur, 25 April hingga 25 Juni 2014. "Diharapkan akan mengembalikan penghargaan komunitas seni rupa pada karya kertas," kata kurator galeri, Dollar Astawa, akhir pekan lalu.
Dollar menjelaskan dalam perkembangan awal seni rupa di Bali pada 1960-an, para pelukis lokal Bali sebenarnya lebih mengandalkan kertas sebagai medium lukisannya. Selain murah, kertas juga lebih mudah didapat. "Mereka juga bisa langsung menjualnya kepada para turis asing yang mulai berdatangan di kawasan Sanur," katanya.
Masuknya para pelukis asing ke Bali yang memperkenalkan medium kanvas kemudian menciptakan kasta baru, seolah-olah lukisan hanya sah kalau diterapkan di atas kanvas. Para kolektor seni rupa dan pedagang lukisan kemudian mendorong pelukis untuk hanya menggunakan kanvas. "Mereka kemudian yang membelikan kanvas dan sekaligus membatasi kreasi mereka," ujarnya.
Dalam pameran itu, masing-masing pelukis menampilkan lukisan dengan gaya yang berbeda. Made Kaek tampil dengan gaya abstrak figuratif yang mendekontruksi penampilan dan tubuh manusia menjadi bentuk-bentuk khayali. Ini berbeda dengan Wayan Linggih yang lebih suka mendeformasi wajah manusia sesuai dengan tafsirannya terhadap wajah yang menurutnya selalu menyimpan sebuah misteri. Adapun Made Somadhita asyik dengan perenungan terhadap keindahan alam dan suasana yang ditampilkan secara natural.
Made Kaek menuturkan medium kertas sesungguhnya memberikan kemudahan bagi pelukis untuk bereksplorasi dalam keadaan apapun karena bisa ditemukan dimana saja. "Seperti menghidupkan kenangan masa kanak-kanak ketika kita masih sangat bebas melukis apapun kemauan kita," ujarnya. Dia yakin, nilai estetis kertas tidak mungkin ditemukan pada media lain. Masalahnya hanya menghapus kesan rendah diri saat ingin mengoleksi lukisan semacam itu.
ROFIQI HASAN