TEMPO.CO, Yogyakarta - Pernikahan putri bungsu Sultan Hamengku Buwono X, Gusti Kanjeng Ratu Bendara dengan Kanjeng Pangeran Haryo Yudonegoro, 18 Oktober 2011 lalu, diangkat ke layar lebar. "Biar masyarakat Jawa dan luas mengetahui apa saja tahapan pernikahan di keraton," kata Yudonegoro saat ditemui Tempo usai pemutaran perdana film berjudul Dhaup Ageng itu, Kamis (17/10), di gedung bioskop XXI, Yogyakarta.
Film dokumenter berdurasi 60 menit itu digarap duet sutradara muda Deyna Haryanto dan Arif Oyikk Hartawan selama 3-4 bulan. Deyna sebelumnya pernah menggarap film dokumenter bertema sosial budaya di Bali dan Flores. "Untuk film ini, 50 persen dokumentasi pernikahan, 50 persen garapan kami," kata Deyna.
Awalnya, Deyna mengajukan proposal. Tak disangka, keraton menyambutnya dan memberikan akses wawancara dengan Sultan di Gedong Jene. Sultan duduk di kursi singgasana dengan lambang HaBa pada ujung sandarannya. "Capek sekali wawancara dengan Sultan. Seperti habis wawancara dengan 10 orang," kata Deyna, sambil tertawa.
Maklum, ada banyak hal yang perlu ditanyakan. Selain itu, Deyna dan kru film harus mengenakan pakaian peranakan. "Pertemuan dengan Sultan, saya manfaatkan betul untuk bertanya banyak hal," kata dia.
Deyna enggan menyebutkan budget anggaran yang dihabiskan. "Film ini menjadi milik keraton, karena dibiayai keraton," katanya.
Film itu dipasarkan komersil di bioskop XXI Yogyakarta dengan waktu tayang 18-24 Oktober. Namun harga tiket di bawah harga film komersil, hanya Rp 25 ribu.
Baik Bendara maupun Yudonegoro sengaja ingin semua kalangan, terutama kaum muda, agar bisa menonton film itu. "Kalau nanti nonton pernikahan kakak saya (GKR Hayu), sudah tahu apa itu pondongan, tantingan, nyantri," kata Bendara.
Sultan bersama permaisuri GKR Hemas, Hayu dan calon suaminya KPH Notonegoro, serta kerabat keraton lain, menonton pemutaran perdana itu. Tak banyak komentar yang disampaikan karena Sultan buru-buru menjemput Presiden yang akan membuka perhelatan Hari Olah Raga Nasional di Stadion Mandala Krida, Yogyakarta. "Film ini hanya dokumentasi saja. Untuk memberi pemahaman masyarakat," kata Sultan.
PITO AGUSTIN RUDIANA