TEMPO.CO, Jakarta - Penulis Andrea Hirata tidak mau dirinya disebut sebagai sastrawan. Dia memilih disebut sebagai penulis. "Jangan pernah bilang saya sastrawan. I'm a writer," kata Andrea saat ditemui Tempo, Kamis, 14 Februari 2013, di sebuah kafe di Rasuna Epicentrum, Jakarta.
Terhadap karya-karyanya, penulis Laskar Pelangi ini juga tidak terlalu peduli apakah orang menilainya sebagai karya sastra atau bukan. Bagi dia, pekerjaannya adalah sebagai penulis yang menghasilkan karya. "Persoalan apakah Laskar Pelangi ini sastra atau tidak, bukan tugas saya menjawabnya. Itu tugas kritikus," ujar pria berusia 45 tahun ini.
Alih-alih pusing dengan penilaian orang yang belum tentu punya kompetensi, dia meminta orang untuk melihat reputasi penerbit. "Sekarang mungkin enggak, HarperCollin Publishers mau mempertaruhkan reputasinya untuk menerbitkan buku yang dianggap tidak punya nilai sastra. Mungkin enggak Penguin Books, atau Random House mau nerbitin. Itu saja," ujar Andrea.
Di luar itu, dia mempersilakan orang jika mengatakan Laskar Pelangi bukan karya sastra. "No problem with me. Itu tidak penting bagi saya," ia menegaskan. Bahkan sedari dulu, ujar Andrea, dirinya sudah meminta supaya jangan dibilang sastrawan.
Ternyata, selain tidak mau pusing dengan penilaian orang, sikapnya yang tidak mau disebut sastrawan ada alasan lain. Kata Andrea, kalau dia disebut sastrawan, nanti buku-bukunya enggak laku. "Mana ada buku sastra yang laku? Saya perlu uang untuk bikin museum," kata Andrea dengan diiringi tawa.
AMIRULLAH | MITRA TARIGAN
Berita Lain:
Andrea: Indonesia Butuh Kritikus yang Kompeten
Ini Mungkin Alasan 'Laskar Pelangi' Raih BuchAward
Penghargaan 'Laskar Pelangi' Untuk Pariwisata
Klaim Andrea Hirata Dinilai Olok-olok Diri Sendiri
'Laskar Pelangi' Tidak Raih Penghargaan Sastra